Lihat ke Halaman Asli

Malam-malam Menyeberang Laut

Diperbarui: 24 Juni 2015   18:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Menopang tubuh yang sakit, aku kencangkan ikat pinggang. Angin menampar wajahmu. Sebuah ciuman akan menghangatkan tubuh. Tenang saja. Wajah malam begitu kelam. Suara ombak memabukkan badan kapal.

Kau sakit akupun demikian. Tubuhku akan menahan segala rasa. Tanah akan tetap membumi dan lautan yang sedang kita seberangi tak ada artinya. Aku tegar kau bertahan. Sakit ini hanya sementara. Esok segalanya akan membaik. Seperti harapan dan mimpi yang telah ditiup dan diterima laut.

Tahun pertama pernikahan lewat sudah. Kau sakit dengan mata yang selalu terpejam. Tenang saja. Masih ada sepasang mata di tubuhku. Kita akan sama-sama memandang pelabuhan. Merasakan geletar laut dalam tubuh. Kelap-kelip lampu. Rumah mengapung sebab kita berada di dalamnya.

Pegang tanganku. Kita akan memilih tempat duduk dekat kemudi. Memantau nakhoda tak membiarkannya bermain dengan ombak. Kapal harus segera sampai di seberang. Mencapai tepian.

Tubuhmu habis. Berat badan hanya bertahan tipis. Mengapa penyakit bertahan dalam hatimu? Membuat rambut menipis dan kehangatan  pun meruap. Hanya emosi yang bertahan. Apakah menghilangkan rasa cinta? Pegang tanganku. Kau akan mendapatkan jawabannya.

Jangan melamun. Pelayaran tak lama lagi berakhir. Seseorang telah menanti di tanah daratan. Percayalah kau akan segera sembuh. Aku telah merasakan kehadirannya. Penyembuh itu.

Bumiwangi, 2012




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline