'Dah tau lom mantan dah meriet'
Sebelah alisku naik ketika membaca balasan atas status kemarin, pertanyaan gaya anak alay yang membuatku malas bacanya dan tanpa tanda tanya. Lebih mengherankan lagi, itu sama sekali tidak ada di notif pesbuk karena kebanyakan dari beberapa grup komunitas dan status orang-orang yang kukenal. Baru tahu belakangan ini, setelah mengubek-ubek wall-ku sendiri. Agak kaget sebenarnya, kok bisa yang ini tidak ada dalam daftar notif? Mengherankan, batinku bertanya.
Pernyataan dari Madi, temannya dia, ya dia. Siapa lagi kalau bukan mantanku sendiri, hanya tinggal menjawab "Sudah" atau "Belum". Tadinya mau membalas itu, tapi kupikir biarkan sajalah. Diam lebih baik, daripada nanti kepancing. Tiba-tiba aku merasa enek mendengar beritanya dan tak ingin tahu, lebih memilih cuek.
"Mas, nggak akan pernah lupain kamu, Dek ..., " ucapnya. "tapi Mas tetap menjalin silaturahmi. Meski kita putus, tapi kita nggak putus silaturahmi." Katanya. Entah apa harus kupercaya, rasanya sulit untuk bisa menerima. Bahwa dia dengan terpaksa memilih orang lain, permintaan Emak-nya. Ya, dijodohkan. Sakit dan kecewa.
"Ya sudah."
"Maafin, Mas ... "
Beberapa minggu kemudian, baru bisa mengikhlaskannya untuk orang lain. Tapi aku benci padanya, bukan dia sendiri. Melainkan benci sifatnya.
'Kalau mau mutus silaturahmi, nggak usah kayak gitu caranya!' Emosiku naik ketika menulis pesan SMS padanya.
'Maksudnya apa sih, Dek ...? Datang-datang sudah langsung marah, nggak jelas.'
'Sudah nggak usah bohong deh. Aku kasih tahu kamu, 'kan kamu sendiri yang bilang nggak mutusin silaturahmi padahal kenyataannya apa?!'
'Mas beneran nggak ngerti maksud Adek apa? Tolong kalau ada masalah apa, bisa ngomong baik-baik 'kan ...? Nggak usah marah-marah, Mas nggak suka itu.' Pintanya.