Lihat ke Halaman Asli

DIANDRA THUFAILAH

Mahasiswi Universitas Pendidikan Indonesia

Membaca Peta Politik di Indonesia: Memberantas Buta Politik di Kalangan Mahasiswa

Diperbarui: 18 September 2024   13:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Latar Belakang Masalah

Akhir-akhir ini, isu-isu  politik banyak bermunculan di negara Indonesia. Mulai dari permasalahan 'otak-atik' aturan Pemilihan Presiden oleh Mahkamah Agung, pelaksanaan  Pilpres 2024, permasalahan dinasti politik, hingga RUU Pilkada yang sampai harus membuat mahasiswa dan  turun aksi. Apabila sekilas meninjau pergerakan masyarakat di sosial media, isu-isu politik yang tengah terjadi di Indonesia jelas menjadi atensi publik. Banyak orang yang mengkritik keberlangsungan praktik politik di Indonesia yang dianggap kian carut marut. Namun, di tengah huru hara yang terjadi, nyatanya masih ada saja 'eksistensi' individu yang acuh tak acuh terhadap isu-isu politik yang terjadi. Seolah merasa bahwa masalah politik yang terjadi di Indonesia saat ini sudah terlampau biasa terjadi. "Ah, kan, politik memang kotor". Barangkali kalimat tersebut cukup menjelaskan stereotip mengenai isu-isu politik yang hingga sekarang masih mengakar terlampau dalam. Stigma tersebut agaknya sudah terinternalisasi dalam benak masyarakat Indonesia sampai membuat mata dan telinganya tertutup rapat. Hal ini sayangnya banyak terjadi di kalangan mahasiswa yang seharusnya bertindak sebagai insan intelektual, sekaligus penyambung lidah masyarakat. Lantas, bagaimana mau menyambung aspirasi rakyat kalau mahasiswanya buta politik? 

Perlu dipahami bahwa salah satu peran mahasiswa yaitu sebagai Political Control. Maknanya, mahasiswa merupakan pengontrol dan pengawas setiap kebijakan pemerintah (Sutiyoso, 2022). Dalam menjalankan peran tersebut, mahasiswa perlu memiliki pemahaman dan kesadaran mengenai isu-isu politik yang tengah terjadi di Indonesia. Selain itu, mahasiswa juga perlu memahami makna 'politik' yang sesungguhnya. Hal ini dimaksudkan untuk mereduksi stigma mengenai politik dan memperkuat pemahaman politik pada mahasiswa agar dapat memainkan peran sebagai Political Control dengan sebaik-baiknya. 

Pengenalan Politik 

Pada dasarnya, manusia adalah makhluk politik. Hal ini menjadi antitesis terkuat untuk menghilangkan 'buta' politik dan stigma politik di kalangan mahasiswa. Aristoteles menggunakan istilah Zoon Politicon untuk menyebut manusia sebagai makhluk sosial. Secara etimologis, Zoon artinya 'hewan' dan Politicon artinya 'bermasyarakat'. Dapat dipahami berdasarkan pengertian tersebut bahwa Zoon Politicon berarti manusia merupakan hewan yang bermasyarakat. Aristoteles menjelaskan bahwa manusia secara alami hidup dalam masyarakat dan memerlukan negara untuk mencapai kebahagiaan. Hal ini menjadi premis menuju pengertian 'politik' yang sesungguhnya. Politik secara normatif adalah usaha untuk mewujudkan dan mencapai masyarakat politik (polity) yang baik. Polity memungkinkan manusia untuk hidup damai dan bahagia karena melalui Polity yang baik, manusia mempunyai peluang untuk mengembangkan bakat, menjalin pergaulan dengan rasa kemasyarakatan yang akrab, dan hidup dalam lingkungan dengan moralitas yang tinggi. 

Stigma Mengenai Politik

Menilik dari hakikat manusia sebagai makhluk politik dan makna politik tersebut, sebenarnya dapat disimpulkan bahwa politik merupakan alat manusia untuk menciptakan kehidupan bermasyarakat yang lebih baik. Akan tetapi, mengapa stigma negatif mengenai politik dapat terbentuk? Tak dapat dipungkiri bahwa di Indonesia, huru hara politik lebih banyak dikonsumsi oleh masyarakat. Hal ini menjadi pelopor utama dari framing politik sebagai sesuatu yang kotor dan pelik, kemudian berkembang menjadi stigma yang dipercaya oleh masyarakat. Padahal, perkara bersih dan kotornya politik, manusialah yang menentukan hal tersebut. Manusia memiliki daya upaya  untuk menentukan politik baik atau kotor yang akan direalisasikan dalam usaha-usaha yang akan dilakukan untuk memperoleh sesuatu atau tujuan tertentu (Eviany, 2019). 

Maka dari itu, menjadi jelas bahwa stigma negatif mengenai politik bukanlah cerminan dari politik itu sendiri, melainkan hasil dari perilaku manusia yang menyalahgunakan kekuasaan yang mereka miliki. Jika stigma ini terus dipelihara, terutama di kalangan mahasiswa sebagai generasi penerus bangsa, maka partisipasi politik akan semakin terpinggirkan. Hal ini tentu akan berbahaya bagi masa depan demokrasi di Indonesia, mengingat mahasiswa seharusnya menjadi penggerak perubahan yang mampu membawa politik kembali kepada fungsinya yang murni: memperjuangkan kepentingan bersama. Oleh karena itu, penting bagi mahasiswa untuk mulai memberantas buta politik yang berakar pada stigma ini. Melalui pemahaman politik yang baik, mahasiswa dapat memiliki pengetahuan dan wawasan mengenai politik yang seharusnya diimplementasikan agar kedamaian dan ketentraman dapat diperoleh.

Mengapa Mahasiswa Sekarang Cenderung Buta Politik?

Setidaknya ada beberapa faktor yang dapat diidentifikasi untuk menjawab pertanyaan tersebut, di antaranya yaitu: 

  1. Kurangnya Edukasi Mengenai Kesadaran Politik 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline