Pelunasan Utang Indonesia terhadap IMF pada Tahun 2006 Menurut Pandangan Neoliberalisme
Awalnya, IMF memberi pinjaman ke Indonesia pada tahun 1997 sebesar 2,2 miliar SDR (Special Drawing Rights). Lalu pada tahun 1998, utang Indonesia kepada IMF meningkat menjadi 6,45 miliar SDR. Selanjutnya pada tahun 1999, nilai outstanding masih meningkat menjadi 7,46 miliar SDR. Tahun selanjutnya nilai outstanding kian meningkat hingga 8,32 miliar SDR.
Akhirnya nilai outstanding pada dua tahun selanjutnya menyusut menjadi 7,25 miliar SDR pada tahun 2001 dan 6,52 miliar di tahun 2002. Pada tahun 2003, outstanding kembali naik menjadi 6,92 miliar SDR. Dua tahun setelahnya nilai outstanding kembali turun menjadi 6,24 miliar SDR pada tahun 2004 dan 5,46 miliar pada tahun 2005.
Akhirnya pada tahun 2006 Indonesia terbebas dari utang IMF. Pembayaran utang Indonesia terhadap IMF dilakukan sebanyak dua kali. Tahap pertama dilakukan pada bulan Juni 2006 sebanyak 3,75 miliar SDR dan rencananya pembayaran kedua akan dilakukan pada tahun 2007. Namun, kecukupan cadangan devisa Indonesia pada akhir September mencapai 42,35 milyar dolar Amerika, akhirnya pembayaran tahap dua dilakukan pada bulan Oktober 2006. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa pembayaran ini tidak akan mempengaruhi keanggotaan Indonesia di IMF karena ini hanya pengembalian kembali bantuan dari IMF pada saat krisis moneter tahun 1997. Pelunasan ini juga sudah dipertimbangkan.
Jika dilihat dari pandangan neoliberalisme, teori ini mendorong adanya privatisasi sebagai solusi untuk masalah ekonomi. Dalam kasus ini, IMF memberi pinjaman kepada Indonesia sebagai respon terhadap adanya krisis moneter yang terjadi pada tahun 1997. IMF memberi pinjaman kepada indonesia pastinya dengan mengajukan syarat-syarat tertentu. Pelunasan utang Indonesia terhadap IMF juga sudah dipertimbangkan dengan memperhitungkan beberapa aspek seperti kondisi arus modal yang masuk ke Indonesia, cadangan devisa, serta kebutuhan pembiayaan. Sumber: Situs Resmi BPKP-RI
Kerjasama Ekonomi IA-CEPA Menurut Pandangan Liberalisme
IA-CEPA (Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement) merupakan perjanjian kerjasama antara Indonesia dengan Australia dalam bidang ekonomi yang mulai diberlakukan pada 5 Juli 2020. Isi dari perjanjian ini mencangkup investasi, perdagangan ekspor-impor, telekomunikasi, perdagangan elektronik, serta ketenagakerjaan.
Fokus dari perjanjian ini adalah peniadaan tarif bea cukai yang dapat meningkatkan ekspor produk Indonesia ke Australia. Dalam teori liberalisme, tindakan negara lebih condong ke pengendalian diri yang memungkinkan negara terlibat dalam tindakan kolaboratif dan kerjasama. Karakteristik sistem internasional menurut liberalisme mengarah ke kerjasama atas dasar kepentingan bersama. Liberalisme juga menganggap negara harus melakukan kerjasama sehingga memunculkan rasa saling membutuhkan. Dalam kasus ini, perjanjian IA-CEPA diharapkan dapat mempermudah aktivitas investasi kedua negara dan memberikan perlindungan serta fasilitas untuk kedua negara dalam menjalin kerjasama dalam sektor energi, infrastruktur, pengembangan teknologi, khususnya ekonomi. Sumber: Kementerian Investasi/BKPM
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H