"Jadilah ahli dibidang yang kamu sukai" -Ifara
Ifara Arijanto Putri. Anak kedua dari dua bersaudara. Ia memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, membuatnya tak pantang menyerah dalam mencoba banyak hal.
Ifara lahir di Bandung, 26 Mei 1995 dan menempuh pendidikan yang "nomaden". Ia menghabiskan masa SD kelas 1-4 di SD Assalaam Bandung. Kemudian, kelas 4-6 di SD Al-Muttaqin Tasikmalaya. Lalu melanjutkan masa remaja di SMPN 19 Tasikmalaya lalu pindah ke SMPN 1 Tasikmalaya hingga mengakhiri masa remaja di SMAN 8 Bandung. Ia melanjutkan studi S1 di Universitas Katolik Parahyangan Bandung jurusan Ekonomi Pembangunan.
Sebelum menjadi konten kreator, Ifara bekerja di salah satu pabrik garment, PT. Trisco sebagai staff ekspor selama 6 bulan di tahun 2019.
Ifara mulai tertarik dengan instrumen gitar sejak TK karena melihat gitar kuno milik ayahnya. Kepala kecilnya bertanya-tanya seakan ingin mengenal lebih jauh tentang gitar tua itu tanpa terpikirkan olehnya bahwa gitar akustik tersebut akan menjadi sahabatnya dimasa depan.
Menginjak usia SD kelas 4, sang paman mendorong Ifara untuk mengikuti les gitar hingga akhirnya ia bisa tampil di konser-konser kecil yang diakan tempat lesnya.
Ifara sempat juga mengikuti les musik di Bandung semasa SMA, namun tidak bertahan lama karena ia merasa sudah bisa bermain gitar dan tidak butuh les lagi.
Seringnya ia bermain gitar, membuat Ifara lama-lama jenuh dan enggan memetik senar gitar selama masa kuliah. Sibuknya proses pendewasaan dan banyaknya distraksi pikiran masa depan membuat ia meninggalkan apa yang ia cintai sejak kecil itu untuk waktu yang cukup lama.
Stereotype yang menyatakan bahwa bermain musik tidak akan menghasilkan masa depan yang cerah membuat Ifara mempertimbangkan masa depannya di dunia musik. Karena keraguan itulah, Ifara memutuskan untuk mencoba peruntungannya di dunia perkantoran. Tentu saja, pekerjaan kantoran tidak membuatnya senang karena dari awal, bukan itu yang ia inginkan. Selain mencoba dunia perkantoran yang menjenuhkan, ia mencoba juga dunia bisnis fashion.
Dari sekian banyak hal yang ia coba, tentu mereka tidak datang dengan gratis. Ifara menghabiskan sisa-sisa tabungannya untuk mencoba segala kesempatan itu namun tidak ada yang berhasil. Hal ini membuat dirinya hampir putus asa dan memutuskan untuk keluar dari rumahnya dan berdiam diri sendirian di Jakarta.