Lihat ke Halaman Asli

Cawan Kehidupan

Diperbarui: 12 Januari 2016   09:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Manusia itu diciptakan oleh Tuhan lengkap dengan kebutuhannya, sehingga seharusnya tidak perlu merasa takut dan kuatir, namun sifat lahiriah manusia yang manusiawi sehingga terkadang manusia merasa takut dan kuatir. Tentu saja yang namanya kebutuhan pasti tercukupi yang tidak tercukupi adalah adanya keinginan memiliki benda tertentu sehingga demi memenuhi keinginan tersebut membuat mereka itu terus berlari mengejar materi.

Baru- baru ini saya mendengar cerita dari seorang teman perihal cawan kehidupan. Deskripsinya begini, kita diciptakan lengkap dengan nasib, rejeki dan jodoh, itulah cawan kehidupan kita, besarnya ditentukan dari kehidupan sebelumnya. Jika kita tiba-tiba mendapatkan sesuatu rejeki berlimpah, tentunya cawan itu akan penuh dan meluap, dan akan selalu dialiri oleh Nya dari amal baik perbuatan kita, tentunya jika penuh cawan tersebut akan luber, nah itulah yang namanya berbagi dengan yang lain, adapun jika kita tidak membagi terkadang kita ditipu dalam bisnis ataupun diberikan penyakit atau musibah, yang semuanya itu adalah merupakan bentuk membagi cawan kehidupan kita.

Keinginan untuk berbagi dimulai dari kepekaan, kepekaan dapat dilatih dengan memandang segala sesuatu dengan hati bukan dengan pikiran, karena jika manusia terus menerus menggunakan pikiran maka pikirannya akan jenuh. Dengan kepekaan kita akan mampu memandang mahluk lain dengan kelembutan bukan karena ingin mengharapkan suatu balasan. Memang mungkin pada awalnya kita melakukan karena kita mengharapkan balasan namun percayalah jika sesuatu dilakukan dengan tulus maka akan menghasilkan sesuatu yang tulus. Berbagi bukan berarti mengurangi cawan rejeki anda, namun justru menarik rejeki lain yang lebih besar untuk memenuhi cawan tersebut dengan kualitas isi cawan yang berbeda. Jika kita selalu mengejar dan berlari demi memenuhi keinginan tentunya tidak akan pernah puas, inilah yang disebut tidak bersyukur. Tentunya jika kita berserah kepada Sang Pencipta, tentunya kebutuhan kita pasti tercukupi, namun yang tidak tercukupi adalah adanya keinginan untuk memenuhi hawa napsu tersebut seperti ingin memiliki kendaraan, ingin memiliki properti, memang tidak salah memiliki keinginan, namun yang perlu disadari aadalah keinginan adalah penderitaan, karena dari keinginan itulah timbul kemelekatan, contohnya jika kita ingin memiliki handphone canggih macam iphone6, dan demi memenuhi itu kita rela membeli dengan berhutang, berbulan-bulan, yang mengurangi ketenangan pikiran kita karena kita menjadi kurang tidur memikirkan hutang, dan disaat kita memiliki benda tersebut, kita pun terkadang memperlakukannya lebih penting daripada diri kita karena kita menjadi tidak focus menikmati makan karena menjawab pesan handphone, ataupun tidak menyayangi jiwa karena menelpon saat mengemudi, hal-hal seperti itulah yang tanpa disadari menyebabkan kemelekatan terhadap benda duniawi. Maka dari itu yuk mulai sekarang jadikan diri anda penting dari apapun, mulailah belajar menyayangi diri anda sendiri dibanding benda kesayangan anda dan mulai berbagi dengan yang lain secara tulus.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline