Indonesia adalah salah satu negara yang tergolong negara berkembang di Asia Tenggara. Sebagai negara berkembang, Indonesia memiliki banyak tugas untuk menyejahterakan masyarakatnya. Upaya dalam menyejahterakan masyarakat, pemerintah harus melakukan pembangunan negara. Salah satu pembangunan negara yang harus dilaksanakan adalah pembangunan infrastruktur. Infrastruktur merupakan semua fasilitas guna memenuhi keperluan atau kebutuhan masyarakat dalam lingkup sosial dan ekonomi.
Indonesia memiliki luas wilayah sebesar 5.193.250 km² dengan luas daratan 1.919.440 km² dan luas lautan 3.273.810 km². Dibalik wilayah yang luas, Indonesia juga memiliki jumlah penduduk yang sangat banyak. Berdasarkan data BPS, jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2022 sebanyak 275,7 juta jiwa. Indonesia yang memiliki wilayah dan penduduk yang besar mempengaruhi pembangunan infrastruktur. Semakin besar atau kaya Indonesia, jumlah infrastruktur yang dibutuhkan semakin kompleks. Oleh sebab itu, pastinya dalam realisasi pembangunan infrastruktur membutuhkan dana yang besar. Namun, dana milik negara atau pendapatan negara tidak sepenuhnya memenuhi sehingga membutuhkan alternatif pembiayaan.
Pendapatan negara seperti APBN/APBD yang terbatas perlu menggunakan sumber pembiayaan lainnya. Selain pendapatan negara yang bersumber dari pemerintah maupun masyarakat, pembiayaan pembangunan dapat bersumber dari gabungan pemerintah maupun swasta. Pembiayaan bersumber gabungan pemerintah dan swasta menjadi modal dalam instrumen keuangan sebagai pembiayaan melalui kekayaan. Pembiayaan melalui kekayaan ini menjadi alternatif dana pembangunan infrastruktur khususnya melalui joint ventures.
Joint ventures merupakan kerjasama anatara pihak pemerintah dengan swasta (public private partnership) yang masing-masing pihak mempunyai kedudukan yang seimbang dalam perusahaan bersangkutan untuk mengadakan layanan publik yang diikat dengan perjanjian dan terbagi menjadi beberapa bentuk, tergantung oleh kontrak serta pembagian risiko. Adanya keterbatasan APBN/APBD dalam pembiayaan pembangunan infrastruktur yang telah ditetapkan dalam RPJMN menyebabkan terjadi selisih pendanaan (funding gap) yang harus dipenuhi. Dengan demikian, pemerintah menggunakan public private partnership (PPP) sebagai alternatif. Di Indonesia Public private partnership (PPP) dipahami sebagai Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU). Awalnya dalam menyesuaikan PPP terkini dunia dengan KPBU, Pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur. Melalui Perpres tersebut kerjasama yang sebelumnya dikenal dengan Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS) selanjutnya diubah menjadi Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU).
KPBU menjadi alternatif pembiayaan pembangunan infrastruktur dikarenakan alasan-alasan yang menguntungkan. Alasan pertama, skema KPBU dapat mengurangi teknan APBN dan APBD sehingga diharapkan dapat mengurangi primer negatif dan kualitas APBN serta APBD meningkat. Alasan kedua, memungkinkan tercapainya value for money, KPBU memberikan ruang inovasi melalui adanya desain yang dapat dikembangkan dan adanya fleksibilitas metode untuk menyediakan infrastruktur yang sesuai akan apa yang diharapkan oleh badan usaha. Alasan ketiga, skema KPBU menciptakan penganggaran yang lebih baik disebabkan KPBU mampu menurunkan biaya yang tidak terduga. Alasan terakhir lainnya, akuntabilitas yang tinggi dari proyek KPBU, hal ini dikarenakan dalam pelaksanaan proyek KPBU melibatkan lebih banyak stakeholders.
Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) diartikan sebagai kerjasama antara Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur dengan pemerintah dimana bertujuan untuk kebutuhan dan kepentingan umum dengan merujuk pada spesifikasi yang sudah ditetapkan sebelumnya oleh Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah/BUMN/BUMD, meliputi sebagian maupun seluruhnya menggunakan sumber daya badan usaha dengan memperhatikan pembagian risiko diantara pihak-pihak yang terkait. Pada pelaksanaan KPBU Lembaga-lembaga yang berperan, yaitu Kementerian Keuangan melalui DJPPR memberikan dukungan pemerintah dan jaminan pemerintah, Kementerian/Lembaga/Daerah/BUMN/BUMD sebagai Penanggung Jawab Proyek Kerjasama (PJPK), dan Kementerian PPN/BAPPENAS sebagai koordinator KPBU. Selain hal itu juga terdapat Lembaga-lembaga pendukung, yaitu Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP), PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PII) sebagai instrumen penjaminan pembangunan infrastruktur, dan PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) yang dapat berperan sebagai badan penyiapan dalam pendampingan dan pembiayaan kepada PJPK.
Dalam pelaksanaan KPBU ada beberapa sektor infrastruktur, baik fisik maupun sosial yang dibutuhkan untuk operasional dalam kegiatan perusahaan ataupun masyarakat. Sektor infrastruktur KPBU dibagi menjadi infrastruktur sosial dan infrastruktur ekonomi. Infrastruktur ekonomi terdiri dari transportasi, jalan, SDA dan irigasi, sistem pengelolaan air limbah, sistem pengendalian air limbah, sistem pengelolaan sampah, telekomunikasi dan informasi, energi dan ketenagalistrikan, konservasi energi, ekonomi fasilitas perkotaan, serta kawasan. Sementara itu, infrastruktur sosial terdiri atas pariwisata, Pendidikan, penelitian, dan pengembangan, permasyarakatan, perumahan rakyat, kesehatan, serta fasilitas olahraga, kesenian, budaya. Selain itu, ada tiga tahap pelaksanaan dalam pelaksanaan KPBU, diantaranya sebaga berikut :
- Tahap Perencanaaan, pada tahap ini Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah/direksi BUMN/BUMD mengatur rencana anggaran dana, penyusunan daftar rencana KPBU, identifikasi dan pengambilan keputusan. Output yang dihasilkan dalam tahap perencanaan merupakan daftar prioritas proyek dan dokumen studi pendahuluan yang disampaikan pada Kementerian PPN/BAPPENAS untuk disusun sebagai daftar rencana KPBU yang meliputi atas KPBU siap untuk ditawarkan dan KPBU dalam proses penyiapan.
- Tahap Penyiapan, kemudian pada tahap penyiapan ini, KPBU Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah/direksi BUMN/BUMD selaku PJPK dibantu dan disertai konsultasi Publik, menghasilkan pra studi kelayakan, penetapan tata cara pengembalian investasi badan usaha pelaksana, rencana dukungan pemerintah dan jaminan pemerintah dan pengadaan tanah untuk KPBU.
- Tahap Transaksi, tahap terakhir ini dilakukan oleh PJPK yang terdiri dari penjajakan minat pasar, penetapan lokasi, pengadaan badan usaha pelaksana dan melaksanakan pengadaannya, penandatanganan perjanjian, serta pemenuhan biaya.
Kerjasama dalam penyediaan infrastruktur melalui KPBU dapat dilakukan dalam beberapa struktur model tergantung pada cakupan yang akan dikerjasamakan apakah terdiri perancangan (design), pembangunan (build), pembiayaan (finance), operasi (operate), pemeliharaan (maintain) atau cakupan yang lain. Perbedaan struktur model atau tipe skema KPBU terjadi karena perbedaan sumber dana atau pengembalian investasi dari proyek Kerjasama. Berdasarkan hal tersebut dapat dibedakan menurut pembayaran dari penggunaan berdasarkan pungutan atas pemakaian layanan (user charge) atau pembayaran dari pemerintah berdasar tersedianya layanan (availability payment).
Skema user charge atau user fees payment merupakan skema KPBU di mana proyek mendapatkan pendanaan dan pengembalian investasi yang berasal dari pungutan atas pemakaian oleh pengguna terhadap layanan yang disediakan oleh badan usaha. Biasanya proyek yang memakai skema user charge ialah proyek yang bisa secara lebih jelas dan mudah memperoleh pendapatan (revenue) karena prediksi pengguna yang tinggi sehingga risiko permintaan dapat dikelola oleh badan usaha swasta.