Lampung Tengah -- Miris, ya begitulah nasib yang dirasakan mayoritas pedagang warung kelontong di desa Poncowati kabupaten Lampung Tengah. Pandemi covid-19 yang bekepanjangan banyak merugikan manusia di berbagai sektor usaha. Termasuk salah satunya pedagang usaha kecil warung kelontong yang banyak mengalami penurunan pendapatan selama masa pandemi terjadi.
Sebelum pandemi, pedagang warung kelontong lumayan terbantu dengan daya beli masyarakat sekitar yang rutin membeli kebutuhan pokok setiap harinya. Perputaran modal usaha pun cepat karna barang dagangan yang laris dibeli para pelanggan.
Beberapa bulan setelah pandemi terjadi, masyarakat sekitar terpaksa harus berhemat dalam pemakaian kebutuhan sehari-hari. "Sebelum pandemi, omset warung saya sekitar Rp. 500.000 sampai Rp 1.000.000. Sekarang omzet yang saya dapatkan hanya Rp. 100.000 ribu sampai Rp. 300.000 perhari, menurun drastis" kata seorang pemilik warung kelontong, Titi. kepada Liputan6.com, Lampung Tengah , Minggu (14/3).
Kondisi beberapa lapak warung kelontong di desa Poncowati, Lampung Tengah kian hari semakin memprihatinkan. Hal ini karna daya beli masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari yang menurun. "Dalam sehari, tidak lebih dari 10 orang yang membeli barang dagangan di warung saya," ujar dia.
Keadaan ini membuat sebagian pedagang berfikir untuk banting stir mencari usaha lain. Namun ada banyak faktor yang menjadi penghalang untuk mereka beralih usaha yaitu salah satunya adalah tidak adanya modal untuk memulai usaha baru. Lalu ketakutan usaha baru tersebut tidak berhasil dan masih banyak keraguan lain yang dirasakan oleh mereka.
Dampak buruk covid-19 memang sangat membebani masyarakat. Kejadian ini sudah terjadi dari masa awal pandemi hingga saat ini , mereka belum bisa bangkit dari keterpurukan ekonomi yang menimpa. Lokasi warung Titi terbilang cukup strategis dan berada tepat didepan sekolah seharusnya bisa meraup keuntungan lebih dari pembeli yang merupakan anak sekolah.
Tapi sayangnya, sejak pandemi Covid-19 pemerintah membuat aturan untuk melarang siswa untuk berkegiatan belajar-mengajar di sekolah mereka diwajibkan untuk tetap belajar via daring (dalam jaringan) dirumah dan sekolah terpaksa harus ditutup untuk sementara waktu . Bahkan sampai saat ini pun gedung sekolah belum beroperasi, lalu banyak wilayah yang ditutup untuk membatasi aktivitas masyarakat. Semata untuk menghindari penyebaran virus corona.
"Saya sempat berfikiran untuk gulung tikar" tuturnya dengan nada lirih dan tatapan putus asa. Pemikiran itu jelas sudah beliau pikirkan sejak pendapatan warungnya menurun drastis, tentu saja hal tersebut sangat berat untuk dijalankan. Tetapi pemikiran itu ditepis olehnya, ia membuang jauh-jauh pemikiran tersebut dan tetap bertahan untuk melanjutkan usaha warungnya. Baginya usaha warung ini sudah menemani hidupnya sejak 26 tahun yang lalu. Jadi beliau tidak mau karena peristiwa pandemi ini, beliau harus menutup warung yang sudah ia tekuni puluhan tahun lamanya.
Jangan Panik, Tetap Tenang
Gunawan Pakpahan selaku Kepala Desa Poncowati memberi himbauan kepada para pelaku pedagang kecil atau UMKM untuk tetap tenang." Saya harap mereka tetap tenang karna pada dasarnya sektor UMKM adalah sektor yang bisa dengan cepat beradaptasi terutama usaha dibidang konsumsi dan lebih kerucut lagi di sektor pangan. Pasalnya, pangan masuk dalam kategori sektor yang berbasis kebutuhan dasar." Gunawan Pakpahan menyampaikan dalam keterangan tertulis dengan Liputan6.com , Lampung Tengah, Jum'at (19/3).
Namun pada kenyataannya hal tersebut tidak dirasakan oleh Titi selaku salah seorang pemilik warung kelontong. Sampai saat ini beliau masih belum bisa bangkit dari keterpurukan penurun ekonomi keluarganya. Masyarakat sekitar yang menjadi pelanggan di warung Titi masih beberapa kali meminta belanjaan dan akan dibayar lunas saat awal bulan atau saat waktu gajian tiba. Hal ini merupakan salah satu penyebab tidak lancarnya perputaran modal usaha. Tetapi beliau menghalalkan cara tersebut supaya bisa membantu memenuhi kebutuhan masyarakat sekitar yang merupakan pelanggannya.