Lihat ke Halaman Asli

Diana TanjungSari

Mahasiswa PSikologi Universitas Pendidikan Indonesia

Do Something: Cegah Kekerasan Seksual dengan Menjadi Active Bystander

Diperbarui: 29 Agustus 2022   21:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dewasa ini, kekerasan seksual menjadi isu yang hangat diperbincangkan di masyarakat. Pasalnya, angka kasus kekerasan seksual di Indonesia meningkat setiap tahunnya. Hadirnya fenomena tersebut telah mendorong peneliti dari Tim PKM-RSH UPI untuk mengatasi permasalahan yang ada dengan mengaplikasikan sebuah program yang sudah terbukti berhasil menurunkan angka kekerasan seksual di Amerika Serikat dan Kanada serta sudah menjadi program wajib bagi mahasiswa baru di sana. Program tersebut diberi nama Bystander Intervention Program. Bystander Intervention Program merupakan salah satu program pencegahan kekerasan seksual yang berfokus dalam membentuk peran pengamat yang aktif (active bystander) yang memiliki sikap empati serta asertivitas yang tinggi dan mitos pemerkosaan yang rendah.

Program yang memiliki tagline “Do Something” ini digagas oleh sebuah tim yang diketuai oleh Muhammad Ilham Mudin (Psikologi 2020) dengan anggota Diana Tanjung Sari (Psikologi 2020), Annisa Fadillah (Pendidikan Sosiologi 2019), dan Shalom Duta Putra Harahap (Pendidikan Sosiologi 2019). Program ini diselenggarakan pada Rabu, 10 Agustus 2022 dan Sabtu, 13 Agustus 2022 di Auditorium Lantai 3 Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) UPI. Program ini dihadiri oleh 14 mahasiswa UPI jenjang S1 sebagai partisipan program. Hadirnya program ini menjadi bagian dari rangkaian pelaksanaan penelitian eksperimen dan bentuk realisasi dari pelaksanaan PKM-RSH yang telah berhasil lolos pendanaan. 

Dalam pelaksanaannya, program ini dibagi ke dalam beberapa sesi. Pada sesi pertama (Rabu, 10 Agustus 2022), peneliti memulai penelitian dengan melakukan pre-test kepada para partisipan sebagai langkah awal untuk mendapatkan baseline atas variabel yang diteliti. Selanjutnya, peneliti memberikan perlakuan (intervention) kepada para partisipan yang dikemas dalam sebuah bentuk psikoedukasi atau pematerian mengenai variabel yang diuji, yang meliputi: kekerasan seksual, mitos pemerkosaan, empati, dan bystander intervention behavior. Kemudian, peneliti menutup sesi pertama dengan melakukan test kepada para partisipan untuk memperoleh gambaran terkait dengan perubahan perilaku yang mungkin ditunjukkan oleh para partisipan setelah mendapatkan pematerian.

Pada sesi kedua (Sabtu, 13 Agustus 2022), peneliti melajutkan pematerian yang membahas tentang situasi yang berpotensi menimbulkan kekerasan seksual, tahapan-tahapan yang perlu dilakukan untuk menjadi seorang active bystander, dan asertivitas. Kemudian, peneliti membuka sesi diskusi, sharing session, dan role play bersama para partisipan. Terakhir, peneliti menutup sesi dengan melakukan post-test kepada para partisipan untuk memperoleh data kuantitatif yang siap diolah dan dianalisis.

Setelah mengikuti program ini, para partisipan mengakui bahwa hadirnya program ini sangat bermanfaat dan membuka wawasan baru tentang jenis-jenis kekerasan seksual yang seringkali tidak disadari. “Setelah mengikuti program ini, aku jadi lebih tahu kalau kekerasan seksual itu ada banyak jenisnya.” Ucap Nabila, partisipan penelitian. Tidak hanya itu, para partisipan pun menyampaikan bahwa mereka menjadi lebih memahami pentingnya peran active bystander dalam mencegah terjadinya kekerasan seksual di lingkungannya. “Banyak sekali ilmu yang saya dapatkan, terutama mengenai kekerasan seksual. Bagaimana cara saya menangani kasus tersebut, cara mencegahnya, sampai bagaimana cara melakukan intervensi ketika terdapat teman kita yang terlibat dalam kasus kekerasan seksual.” Ucap Tohawi Ibrozi, partisipan penelitian.

Atas seluruh rangkaian program yang telah dilaksanakan, peneliti berharap bahwa hadirnya program ini dapat meningkatkan awareness para partisipan mengenai fenomena kekerasan seksual yang terjadi disekitarnya sehingga mereka dapat memberikan perannya sebagai active bystander dengan “Do Something” dalam mencegah terjadinya kekerasan seksual. Bagaimanapun, fenomena ini dapat terjadi pada siapa saja, oleh siapa saja, dan di mana saja. Oleh karenanya, peran mahasiswa sebagai agen of change sangatlah dibutuhkan dalam mengatasi permasalahan ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline