Indonesia memiliki budaya, suku, agama, dan bahasa yang beragam. Di balik keberagaman ini, kesetaraan gender menghadapi banyak masalah. Meskipun kesetaraan hak antara pria dan wanita telah berkembang, banyak perempuan masih menghadapi tantangan sosial dan struktural yang menghalangi mereka untuk mencapai apa yang mereka inginkan. Untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan setara bagi semua orang, pemberdayaan perempuan dan kesetaraan gender merupakan masalah penting yang harus diperjuangkan.
Kesetaraan gender adalah salah satu masalah utama yang dihadapi di Indonesia. Dalam indeks ketimpangan gender dunia 2017, Indonesia berada di peringkat 84 dari 144 negara. Banyak masalah muncul karena masyarakat Indonesia masih sulit menghargai perbedaan gender. Budaya patriarki masih ada di sebagian besar masyarakat Indonesia. Kebudayaan yang dimotori oleh budaya patriarki ini menafsirkan perbedaan biologis sebagai indikator kepantasan dalam berperilaku. Pada akhirnya, ini mengarah pada pembatasan hak, akses, keterlibatan, kontrol, dan pemanfaatan sumber daya dan data. Pada akhirnya, tuntutan peran, tugas, kedudukan, dan kewajiban yang pantas dilakukan oleh laki-laki atau perempuan berbeda-beda dalam masyarakat. Sebagian masyarakat sangat kaku dalam membatasi peran yang pantas dilakukan oleh laki-laki dan perempuan. Misalnya, adalah tidak masuk akal bagi seorang laki-laki untuk masuk ke dapur atau menggendong anaknya di depan umum, dan tidak masuk akal bagi seorang perempuan untuk keluar rumah untuk bekerja secara teratur. Kaum perempuan cukup mengalami ketimpangan gender karena budaya ini. Perempuan tidak dapat melakukan kontribusi yang lebih besar karena kebiasaan yang mengatakan bahwa mereka harus bekerja di rumah saja untuk mengurus suami, anak, dan rumah tangga mereka.
Wanita, di sisi lain, mengalami diskriminasi, penindasan, dan ketidakadilan baik dalam kehidupan pribadi maupun publik. Namun, Deklarasi Milenium menekankan penghapusan diskriminasi, eksploitasi, pelecehan sosial, dan bias gender, serta semua situasi yang mendorong pelanggaran hak-hak perempuan melalui kebijakan dan keputusan pemerintah.
Berikut ini Konsep-konsep yang mendasari masalah ketidaksetaraan gender dalam masyarakat Indonesia melingkupinya. Di bawah ini, lingkungan keluarga, pendidikan, kesehatan, pekerjaan, politik, dan hak kepemilikan terdiri dari kategori ini.
Ketidaksetaraan gender berkembang di keluarga, yang merupakan landasan atau elemen paling penting dari proses tersebut. Kami tahu bahwa perempuan masih berada di bawah laki-laki dalam keluarga dan di masyarakat Indonesia pada umumnya. Banyak hal, seperti istri tidak boleh bekerja, terutama bekerja di luar rumah, tanpa persetujuan suami mereka sendiri. Selain itu, perhatikan bahwa banyak suami merasa tidak masuk akal bila istri mereka memiliki pendapatan lebih tinggi daripada mereka. Kekerasan adalah masalah yang dapat muncul dari lingkungan keluarga berikutnya. Perempuan mengalami kekerasan dari suaminya. Ada banyak faktor yang dapat memengaruhi kekerasan pada rumah tangga (KDRT). Faktor-faktor ini dapat mencakup pendapat yang berbeda tentang ekonomi, pekerjaan dan pendapatan istri, kebiasaan dan kekuasaan suami, serta pemahaman yang salah tentang ajaran agama.
Ruang lingkup pendidikan memiliki pencapaian yang jauh lebih baik. Namun, perempuan masih berada di garis terakhir pendidikan. Wanita juga lebih rentan terhadap angka buta huruf. Ini bahkan sudah terjadi sebelum Indonesia menjadi negara merdeka. Pada faktanya, berdasarkan data, kesetaraan di lingkungan pendidikan di Indonesia mencapai 98,6%. Ada beberapa situasi di dunia pendidikan di Indonesia di mana banyak perempuan tidak memiliki kesempatan untuk mendapatkan pendidikan karena pengetahuan dan gelar mereka tidak boleh melebihi laki-laki.
Indonesia sudah mencapai kemajuan di bidang kesehatan. Hanya sejumlah kecil presentasi wanita yang menikah yang memutuskan sendiri tentang hubungan seksual, penggunaan kontrasepsi, dan pengobatan kesehatan mereka adalah beberapa kasus yang masih sering terjadi.
Ketidaksetaraan gender terjadi di tempat kerja. Memang benar bahwa perempuan dapat mendapatkan pekerjaan apa pun karena kemampuan mereka, namun ada perbedaan yang signifikan. Pekerjaan administrasi, perawat, pelayan toko, buruh pabrik, asisten rumah tangga, dan pedagang rumah tangga adalah pekerjaan yang umum bagi perempuan. Namun, bagi perempuan, semua pekerjaan itu dilakukan oleh mereka karena desakan ekonomi rumah tangga dan jumlah pekerjaan perempuan yang rendah di dalam negeri.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa kaum adam mendominasi lingkungan politik di Indonesia. Dunia politik adalah tempat para calon pengambil keputusan bersaing. Perempuan dianggap kurang realistis. Selain itu, mendapatkan peran sosial adalah tugas yang lebih sulit bagi perempuan daripada untuk laki-laki. Pola asuh perempuan juga cenderung mempersiapkan diri mereka sebagai orang yang akan mengelola rumah tangga di kemudian hari. Ini menghalangi mereka untuk memasuki ranah publik melalui politik.
Dalam hal hak kepemilikan, Undang-Undang Pokok Agraria Pasal 20 menetapkan bahwa hak kepemilikan adalah hak yang sama bagi semua orang. Selain itu, wanita Indonesia memiliki hak hukum untuk mendapatkan pinjaman bank, kredit, properti, dan tanah. Sangat mengherankan bahwa dalam beberapa kasus, hanya seorang suami yang berhak memiliki nomor pajak pribadi, dan nomor pajak istri harus dimasukkan ke dalam catatan suami.