Lihat ke Halaman Asli

Dian Andi Nur Aziz

Menulis Lagi

Mengapa Ramadhan Jadi Biasa Saja?

Diperbarui: 18 Mei 2018   11:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: @usrahradhiah

Apa yang berbeda antara Ramadhan dengan bulan-bulan lainnya? Jangan-jangan Anda anggap biasa saja. Jangan-jangan Anda melaksanakan puasa Ramadhan sekedar menggugurkan kewajiban. Atau yang lebih parah puasa karena teman-teman Anda puasa.

Ada hadits yang menyebutkan, banyak orang yang berpuasa hanya mendapatkan haus dan lapar, tidak lebih. Ramadhan menjadi biasa saja. Padahal Ramadhan adalah momen yang bisa mengubah diri seseorang.

Kalau tidak ada feel' Ramadhan bisa jadi biasa saja, hambar. Ada dua hal yang membuat Ramadhan Anda biasa saja.

  • Tidak punya target

Target tidak harus soal ibadah, bisa saja hal lain. Yang penting menjadikan diri Anda lebih baik. Contoh, lebaran kali ini adalah tonggak untuk berhenti merokok. Ada juga target lain misalnya menghasilkan 1 tulisan setiap hari. Atau bisa juga, buat Anda perantauan,  pasang target menelpon ibumu setiap pagi sebelum sahur sekedar bertegur sapa.

Kalau ditanya apa target saya, saya tidak muluk-muluk. Cukup 2 yaitu sholat rawatib (sholat sunat sebelum/sesudah sholat wajib) tanpa putus di setiap sholat lima waktu. Target kedua adalah sholat berjamaah di masjid.

Kenapa Cuma itu target saya?  Ya, hanya 2 target saya. Saya hanya ingin istiqomah. Istiqomah yang saya maksud adalah disiplin dan rutin. Saya berharap rutinitas membentuk diri saya disiplin. Rutinita bisa membentuk resilience sayaketahanan dalam mewujudkan tujuan saya.

  • Beban Kebutuhan Lebaran

Ramadhan biasa-biasa saja karena Anda terbebani dengan beban kebutuhan lebaran. Orang perantauan pasti sudah menghitung biaya pulang kampung. Untuk keluarga kecil dengan anak dua, misalnya, untuk tiket pulang kampung ke Jawa Timur dari Jakarta rata-rata Rp 500ribu per orang. Jadi, untuk tiket saja saja satu kerluarga menghabiskan 4 juta rupiah, belum termasuk transportasi lokal di kota tujuan. Belum juga THR untuk ponakan-ponakan dan nraktir jalan-jalan.

Karena beban kebutuhan lebaran jadi kerja lembur sana sini. Akibatnya, 7 hari pertama tarawih tanpa putus di masjid. Minggu kedua tarawih di rumah karena alasan pulang malam. Minggu ketiga bolong-bolong kecapean. Minggu terakhir lupa tarawih karena nyiapin mudik.

Dua hal itu tadi yaitu, tidak punya target dan beban kebutuhan lebaran yang paling membuat Ramdhan Anda hambar Ramadhan adalah bulan spesial atau bulan biasa saja itu tergantung Anda, bukan  tergantung penceramah di masjid.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline