Lihat ke Halaman Asli

Dian Agustine

Student & Employee

Feminisme dalam Sila ke-5 Pancasila, Apakah Bisa Diterapkan?

Diperbarui: 29 Desember 2021   23:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Feminisme adalah suatu bentuk gerakan kaum perempuan untuk memperolah persamaan derajat dengan kebebasan dari penindasan lelaki dan aturan-aturan yang mereka buat. Feminisme itu sendiri adalah wujud pemikiran dan ekspresi yang berbeda dari banyak perempuan dan laki-laki, semua memiliki tujuan yang sama untuk membangun kesetaraan untuk perempuan di semua wilayah kehidupan mereka.

Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan yang selalu diperingati pada 25 November sudah lewat. Basi? Yap, tentu isu ini bukanlah hal basi yang mudah dilupakan seperti berita selebritas cerai atau artis cari sensasi. Sebab, isu kekerasan yang menimpa kaum perempuan seharusnya menjadi isu yang diperhatikan oleh perempuan, pria hingga negara. Apalagi, kekerasan terhadap perempuan masih sangat menghantui perempuan.

Dalam hal ini apakah feminisme selalu tentang perempuan? Pada awal kemunculannya, ya. Feminisme digunakan sebagai nama untuk sebuah gerakan sosial yang mengusung tentang hak-hak perempuan di Seneca Falls, New York, pada tahun 1848 oleh Elizabeth Cady Stanton dan temannya Susan B. Anthony. Mereka adalah dua oang pertama yang direkam sejarah melakukan pengorganisasian gerakan sosial perempuan di abad ke-19 yang berjuang untuk penghapusan perbudakan di Amerika Serikat dan hak perempuan untuk memilih. Gerakan ini kemudian disebut sebagai feminisme gelombang pertama.

Kekerasan yang dihadapi para perempuan tidak hanya fisik, melainkan dapat menyerang kesehatan mental mereka. Perempuan sering mendapatkan perlakuan yang berbeda dalam hal yang seharusnya tidak perlu diperdebatkan. Perlakuan atau perkataan yang dilontarkan bagi kaum perempuan yang membuat perempuan merasa tidak berhak dan layak.

Pada halnya, banyak yang salahpaham pada feminisme. Perempuan dalam feminisme hanya menginginkan kesetaraan, bukan berarti perempuan feminism membenci lelaki, ingin menjadi kepala keluarga, tidak mau memiliki anak atau lain sebagainya. Namun dalam feminism yang dimaksud adalah dalam Pendidikan seperti yng sudah di perjuangkan oleh seseorang wanita hebat yang biasa di sebut Ibu kita Kartni, beliau mempertahakan dan emmperjuangkan suaranya agar perempuan bisa memiliki Pendidikan yang sama layaknya, lalu bagaimana dengan profesi didalam jenjang pekerjaan, jabatan dalam pemerintahan yang masih menganggap sepele perempuan didalam memimpin.

Kalau perbedaan adalah rahmat, kenapa Anda ingin disamakan dengan laki-laki?" Kalimat tersebut adalah salah satu komentar yang banyak kita temui saat menggugat konsep kesetaraan gender. Hati saya agak mencelos saat menyadari betapa banyak orang tak memahami arti kata setara, apalagi konsep kesetaraan gender. Setara itu bukan berarti sama.

Memperjuangkan kesetaraan gender bukan berarti menuntut perempuan untuk menjadi sama dengan lelaki, tetapi mendukung perempuan dan lelaki agar mendapat kesempatan yang sama dalam posisi yang sejajar. Feminisme merupakan upaya untuk mengubah ketidaksetaraan gender menjadi kesetaraan gender. Bukan usaha agar perempuan jadi sama dengan lelaki, bukan taktik supaya perempuan terlepas dari agama, bukan menuntut laki-laki jadi bawahan perempuan juga bukan pula ajaran "Barat" karena spiritnya selaras dengan banyak ajaran dan agama yang mengedepankan keadilan.

Yang sering dijadikan dasar menggugat feminisme adalah pemahaman keliru tentang kodrat bahwa feminisme membuat perempuan lupa akan kodratnya. Lho, kodrat itu apa sih? Sifat asli atau bawaan, yang tidak bisa diubah karena memang tercipta demikian. Betul, memang perempuan dan lelaki punya kodratnya masing-masing, yang tidak bisa dipertukarkan. Misalnya, hanya perempuan yang bisa terlahir dengan organ tubuh vagina dan rahim, serta cuma perempuan sajalah yang bisa hamil, melahirkan, dan menyusui. 

Hanya laki-laki yang bisa terlahir dengan penis dan zakar, serta memiliki sperma yang bisa membuahi sel telur. Kalaupun perempuan dan lelaki mau operasi kelamin, hingga kini masih belum mungkin bertukar fungsi biologis 100% (jadi jikalau perempuan mau operasi agar punya organ seksual seperti penis pun, akan tak mungkin badan pada perempuan memproduksi sperma dan air mani layaknya lelaki). Kalau soal bekerja, mengurus anak, menyetir, memimpin, dan dipimpin, semua hal tersebut bukanlah kodrat karena dapat dilakukan oleh baik perempuan dan laki-laki.

Semua masyarakat terkhususnya di Indonesia mempunyai tanggung jawab yang sama dalam menerapkan sila ke-5 Pancasila. Karena penentu berhasil atau tidaknya sebuah keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia tidak terletak hanya pada laki-laki, melainkan juga perempuan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline