Lihat ke Halaman Asli

Diana Lieur

TERVERIFIKASI

Cuma orang biasa

Berita Hoaks, Ujaran Kebencian dan Grup WhatsApp

Diperbarui: 12 Desember 2017   10:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber : www.chronicle.co.zw

Tenang saja, tulisan ini tak ada maksud mencoreng atau upaya untuk menjatuhkan keberadaan aplikasi WhatsApp. Sama sekali tidak ada unsur-unsur tersebut ya.

Apabila dulu banyak orang yang menanyakan pin BBM untuk menjalin percakapan, namun seiring berjalannya waktu serta kebutuhan interaksi secara online semakin tinggi, akhir-akhir ini justru saya semakin sering diminta no WA daripada pin BBM.

 Tetap saja, saya enggan memasang aplikasi tersebut, bahkan saya rela tak masuk group WA kelas dan mungkin saya adalah mahasiswa satu-satunya di kelas yang tak mengerti percakapan di group tersebut ketika mereka bahas kembali di dalam kelas. Hingga pada akhirnya ada suatu kegiatan yang memaksa saya memasang aplikasi WA agar tak ketinggalan informasi. 

Dan jreeeeng, perlahan-lahan contact dan group di WA saya semakin ramai, mulai dari group keluarga, group kelas, group kegiatan tertentu, sampai pada group rumpi no secret. Saya juga semakin mengerti menggunakan fitur-fitur di aplikasi tersebut lho. Malah akhir-akhir ini saya baru tahu kalau kita saling save nomor maka akan ada fitur "Status" yang bisa dilihat layaknya fitur instastory dalam instagram, hehee norak.

Uniknya dalam menggunakan aplikasi tersebut adalah saya lebih sering mendapatkan pesan secara kelompok (group) dibandingkan secara pribadi. Mulai dari informasi seperti perubahan jadwal mata kuliah sampai pada percakapan-percakapan diluar nama group atau tujuan group tersebut dibuat, dan yang pasti bakal bikin ramai HP kalau tak mengaktifkan mode mute. Tapi, mau semakin tak jelas atau seramai apapun percakapan di group WA bukan lah masalah bagi saya, selama masih pada batasnya.

Nah, yang menjadi masalah bagi saya adalah ketika beberapa anggota group usil atau tanpa berpikir panjang dengan mudahnya menyebarkan tulisan-tulisan yang tak terbukti kebenarannya alias "HOAX". 

Jangankan yang butuh pembuktian, bahkan tulisan hoax yang tak perlu dibuktikan kepalsuannya saja masih sering disebar-sebar layaknya lembaran keredit motor tanpa DP. Belum selesai di satu group , sudah dapat lagi tulisan yang sama dari group lainnya. 

Hal seperti itu sangat meresahkan beberapa pengguna media sosial. Apalagi kebanyakan mereka adalah ibu-ibu rumah tangga yang kelebihan waktu bersantai selepas memasak atau menjemur pakaian di rumah. Bukan maksud membedakan atau mengklasifikasikan sudut pandang, tapi pada kenyataannya mereka lah sasaran paling mudah untuk dibuat resah dan mempercayai berita-berita hoax yang selanjutnya menjadi sasaran utama untuk menyebar luaskan.

Belum selesai berita hoax tentang Dokter palsu yang menyebarkan virus AIDS melalui alat suntik, datang lagi video viral tentang sel kanker yang menjauh ketika didekatkan dengan bawang putih. 

Lucunya lagi minggu kemarin dosen saya cerita kalau beliau mendapatkan berita tentang bahayanya meniup lilin, dan baru-baru ini juga saya kembali mendapatkan pesan yang didaur ulang, yaitu akan adanya aksi pembakaran kitab suci yang dilakukan oleh salah seorang pemimpin negara menyangkut permasalahan yang lagi heboh-hebohnya saat ini. Wew.

Berita hoax dan ujaran kebencian pun sebenarnya memiliki keterkaitan satu sama lain yang biasanya adalah satu paket dalam sebuah tulisan, meski tak semua berita hoax berisikan ujaran kebencian atau hate speech. Sama seperti berita hoax, ujaran kebencian juga sering kali disebar kesana kemari dalam group WA.  

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline