Lihat ke Halaman Asli

Diana Lieur

TERVERIFIKASI

Cuma orang biasa

Ketika Kekerasan Anak dan Wanita terjadi, Tetangga Juga Serba Salah

Diperbarui: 4 Januari 2017   19:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

http://tabloidnova.com

Sebenarnya aku baru tahu apa itu program "Three Ends" di mana adalah strategi untuk mengakhiri kekerasan terhadap perempuan dan anak. Namun tak ada kata terlambat toh untuk tahu apa itu program three ends? iya dong. 

Aku tumbuh di lingkungan yang tak terlalu berkelas dan tak menjadi sorotan keprihatinan juga bagi pemerintah, karena kesenjangan sosial ekonomi di deretan tempat tinggalku tak terlalu kontras. Tumbuh dan bermain layaknya anak-anak di lingkungan rumahku, aku juga selalu ingin tahu tentang hal-hal yang baru atau menggelegar bak sebuah perang, memang itu kan tingkah kebanyakan anak-anak? selalu penasaran dengan kejadian aneh yang mereka lihat. Begitupun halnya dengan keributan tetangga dekat rumahku.

Diawali dengan teriakan-teriakan adu pendapat antara si suami dan istri, maka sudah pasti teriakan mereka mengundang banyak rasa penasaran orang sekitar termasuk aku yang saat itu masih SD. Karena rumahku sangat dekat dengan tetangga yang satu ini, jadi tak jarang terdengar suara barang-barang yang dilempar dan kadang juga sang istri keluar rumah sambil terisak-isak menangis. Entah aku tak tahu kearah mana barang-barang itu dilempar, keributan memang selalu berlangsung di dalam rumahnya.

Tak berhenti hanya disitu, hal yang paling membuatku terheran-heran adalah melihat anak mereka yang mendapatkan perlakuan kasar. Walau tak seumuran tapi aku memang sering bermain dengan anak keluarga tersebut dan tetangga lainnya. Bagaimana kelakuan si anak ini rasanya tak perlu ku jelaskan, yang jelas ketika orang tua si anak ini marah wah sapu atau tangan orang tuanya siap melayang. Lho katanya mereka hanya bertengkar didalam rumah saja? iya, itu kalau si suami dan istri yang bertengkar. 

Tapi kalau sudah memarahi anaknya, hemmm si orang tua ini akan mengejar anaknya yang berlari keluar rumah karena takut dipukuli oleh sapu atau tangan kosong. Kenapa aku pakai sebutan "Orang tua"? karena bukan hanya si ayah saja yang sering melakukannya, tapi si ibu juga turut memarahi anaknya walau tak separah yang dilakukan oleh suaminya. 

Kok aku sok tahu sih? ya jelas tau dong, kan sudah aku jelaskan kalau rumahku dekat sekali. Setelah mengingat kembali bagaimana keadaan tetanggaku yang satu ini, eh maksudku mantan tetangga karena sudah lama mereka pindah rumah, rasanya keadaan saat itu tak seperti keadaan kebanyakan keluarga yang melakukan kekerasan pada anak dan wanita seperti diberita-berita. Kurang lebih ini fakta yang aku lihat ketika mereka menjadi tetanggaku: 

1. Keadaan Ekonomi

Apakah mereka keluarga yang miskin? jelas bukan. Aku bisa lihat bahwa mereka bukanlah orang yang serba kekurangan. Bahkan untuk liburan sekolah mereka sering mengajak anaknya untuk bermain di tempat permainan di kawasan karawaci, karena saat itu tempat permainan paling keren versi anak-anak Tangerang hanya di situ, hehee. Nah sangat berbeda dengan kasus kekerasan pada anak dan wanita yang kebanyakan adalah karena permasalahan ekonomi.

2. Bersosialisasi dengan Tetangga

Meskipun keributan sering terjadi di rumahnya tak menjadi pengaruh terhadap kegiatan bersosialisasi keluarga mereka. Bila saatnya ibu-ibu berkumpul cerita ini itu, si istri pun ikut berkumpul layaknya tetangga yang lain, dia juga sering mengatarkan masakan atau oleh-oleh ke rumahku, kemudian suaminya juga sering mengobrol dengan tetangga sekitar malah tergolong ramah dengan tukang dagang sekitar. Jadi kalau dibilang keluarga yang sering melakukan KDRT adalah keluarga yang tertutup, rasanya tidak juga.

3. Hal-hal kecil yang Dipermasalahkan

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline