Lihat ke Halaman Asli

Diana Widiastuti

Saya mengelola satuan PAUD di Kota Yogyakarta

Lingkaran Setan Pinjol

Diperbarui: 11 Juni 2023   21:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lingkaran Setan Pinjol

  Sekitar setahun yang lalu, saya mendengar kabar bahwa salah satu kerabat di Batam terlilit hutang dari aplikasi pinjaman online (pinjol). Terlambat membayar cicilan beberapa hari saja, penagih hutang atau biasa disebut debt collector (dc) akan melakukan teror terus menerus, bahkan akan menghubungi daftar kontak yang ada di ponsel kerabat saya tersebut, termasuk menghubungi nomer WA saya. Debt collector tidak akan segan mengintimidasi, memaki dengan kata kasar, hingga ancaman membunuh keluarga. Cukup meresahkan keluarga dan membuatnya depresi. Kabar terakhir sudah berhasil dilunasi, entah bagaimana caranya. Karena jarak Jogja-Batam yang jauh, tidak memungkinkan buat saya untuk menelusuri lebih lanjut.

Beberapa waktu setelah itu, heboh berita di televisi, dimana polisi berhasil mengerebek kantor pinjol ilegal yang ternyata berlokasi di kotaku tercinta, Yogyakarta. Miris ? iya, bahkan sangat miris. Mengingat kata-kata kasar dan ucapan-ucapan yang tidak pantas, hingga ancaman untuk menagih hutang, ternyata keluar dari mulut orang-orang yang tinggal di Yogyakarta. Saya pikir dengan adanya pemberitaan tersebut, penyedia jasa pinjol ilegal bakalan kapok dan membuat para pengguna jasa pinjol berpikir 1000 kali untuk menggunakan jasa tak jelas seperti itu. Ternyata, pikiran saya sangat naif dan salah besar. Aplikasi pinjol semakin banyak dan muncul layaknya iklan komersial lainnya di beberapa media sosial dan situs belanja, seperti facebook, instagram, reel, telegram, get contact, blibli, shopee, tokopedia, gopay, lazada, dll.

Belum lama ini saya dikejutkan dengan pesan WA yang masuk, menanyakan hubungan saya dengan salah satu teman dekat saya yang seorang ibu rumah tangga, sebut saja namanya Iyah. Pesan lainnya, menanyakan keberadaan Iyah dan meminta saya untuk menyampaikan pesan agar segera menyelesaikan hutang. Setelah saya konfirmasi dengan Iyah, dan ternyata ia terlilit 13 aplikasi pinjaman online dan sudah tidak sanggup lagi membayar. Iyah yang saya kenal wanita mandiri yang cantik, energik, cerdas, selalu tampil rapi meskipun sudah memiliki 3 anak, kini nampak lesu, mata bengkak, tubuhnya kurus, banyak melamun, tidak mau keluar rumah, dan nampak lusuh. Iyah tidak mau banyak bercerita seperti biasanya, cenderung menghindar ketika ditemui.

Karena penasaran, saya bertanya dengan beberapa orang, apa dan bagaimana orang bisa terjerat beberapa aplikasi pinjol tersebut. Kesimpulan yang saya dapatkan, (1) orang yang sering mengutak atik telepon genggam akan lebih mudah mengakses pinjol; (2) aplikasi pinjol menawarkan kemudahan dan kecepatan pencairan dana dengan bunga rendah, padahal bunganya dihitung tidak perbulan namun per dua minggu atau per satu minggu atau bahkan per dua hari, sehingga bunganya jadi sangat tinggi; (3) dalam satu aplikasi pinjol, akan ada iklan aplikasi pinjol lainnya, jadi seperti lingkaran tak terputus; (4) debt collector akan menyerang mental nasabahnya jika terlambat membayar, meskipun baru satu hari.

Gali lubang tutup lubang adalah hal yang sering dilakukan nasabah pinjol. Seperti lingkaran setan yang tidak ada habisnya, hingga akhirnya tidak ada satupun aplikasi pinjaman online yang menyetujui pengajuan pinjamannya, padahal beberapa aplikasi lainnya sudah harus dibayar. Dihujat, dipermalukan, hingga diancam akan dibunuh akan diterima oleh nasabah jika telat membayar. Sudah pasti jeratan ini akan mengancam kesehatan mental nasabah pinjol. Depresi adalah yang bisa dipastikan akan dialami oleh mereka yang terjerat lingkaran setan pinjaman online, namun bukan berarti tidak bisa diatasi. Tidak dapat dipungkiri bahwa individu yang sehat mental tidak dapat terlepas dari perasaan-perasaan sedih, marah, kecewa, bahkan depresi sekalipun Akan tetapi, mereka memiliki kemampuan untuk bangkit, mengendalikan, dan mengelola emosi negatif tersebut (Kartika Sari Dewi, 2012).  Mengelola emosi adalah kuncinya, mengelola emosi untuk menerima resiko atas perbuatannya, mengelola emosi agar tidak mudah 'termakan' oleh ancaman debt collector, mengelola emosi agar bisa terus bekerja sehingga kemudian mampu melunasi hutang, dan mengelola emosi agar tidak lagi mudah tergoda untuk berhutang lagi. Tidak memandang profesi ataupun status sosial, siapapun bisa terjerat lingkaran setan pinjaman online.

Diana Widiastuti, mahasiswi UP 45

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline