Lihat ke Halaman Asli

Memang Bukan Dewi Persik

Diperbarui: 21 Juli 2023   12:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pria yang mengenakan sandal selop, celana jeans, kaos putih, dan menggendong ransel warna hitam itu tersenyam-senyum, mengamati sambil berjalan mendekati seorang wanita.

Seorang wanita yang dimaksud adalah seorang wanita mungil yang sedang duduk di tempat duduk dari semen di bawah pohon besar. Wanita itu mendekap tas ranselnya yang juga mungil berwarna hitam dan menatap ke tanah yang ada di depannya. Seolah mengantuk, tetapi juga seolah termenung melamun. Seperti seorang hantu yang sedang menunjukkan wujud cantiknya, tapi juga seperti seorang dewi yang kesepian yang ditinggal oleh teman-temannya.

Di malam hari, dengan beberapa jarak, wajahnya mungil, hidungnya mancung kecil, bibirnya alami tanpa pemerah bibir, meskipun sedang menunduk garis matanya cukup panjang menunjukkan matanya cukup besar seperti mata gadis-gadis dalam serial komik, alisnya melengkung baik seperti bulan sabit di tanggal satu.

Wanita itu sendiri mengenakan gaun putih panjang, dengan hiasan brokat putih di sisi-sisinya. Sebuah jilbab warna coklat susu. Dan sepatu kets warna putih. Karena kecilnya badannya, meskipun ia duduk di kursi yang cukup rendah, kakinya masih menggantung. 

Dia sendiri duduk sambil memukul-mukulkan kakinya ke kursi semen di belakangnya secara berirama, entah sedang menghalau kantuk, atau entah sedang bersenandung kecil di dalam hatinya.

Tapi di bawah pohon besar, dengan pakaian seperti itu, jam 02.30 pagi, adalah sesuatu yang menakutkan bagi sebagian orang. 

"Dewi... kamu masih ngantuk? Apa lagi bingung jalan?" tanya pria itu sambil tersenyum, ketika posisinya sudah dekat dengan Dewi.

"Kamu duduk di sini sendirian, jam segini, akan membuat orang takut. Kenapa tidak kembali ke bis saja, atau menyusul rekan-rekan ke dalam masjid?" tanya pria itu lagi.

Wanita yang dipanggil Dewi itu, yang tadi duduk menunduk, mendongakkan kepalanya, lalu tersenyum manis kepada pria tersebut. Hari memang masih gelap, tetapi lampu-lampu kuning di taman, di depan masjid yang megah dan besar itu mengelilingi mereka. Di bawah lampu kuning itulah, Dewi nampak manis, layaknya seorang dewi, namun masih ngantuk, namun juga masih seperti seorang anak kecil.

"Aku tidak ngantuk, hanya aku sedang mengumpulkan nyawa, Win." kata Dewi, masih sambil tersenyum kepada pria yang dipanggil Win itu, yang nama sebenarnya adalah Erwin.

"Kalau masih mengantuk jangan duduk di sini, sana loh, masuk sana. Rekan-rekanmu sudah pada masuk ke sana, tempat wudhu khusus wanita..!" suara seseorang lagi sambil melentangkan tangan kanannya, menunjukkan tempat wudhu wanita. Karena memang tak lama setelah kedatangan Erwin, dua teman Erwin juga datang mendekati mereka. Seorang bernama Ilham, berbadan cukup tinggi dan agak berisi, mengenakan kaos putih, celana jeans, dan menggendong tas ransel besar warna hitam. Dan seorang lagi bernama Panji yang tinggi seperti Ilham, hanya memiliki badan lebih kurus, mengenakan kaos hitam, celana jeans, dan juga menggendong tas ransel warna hitam.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline