Lihat ke Halaman Asli

Serial Geng Kopi Dalgona #10

Diperbarui: 14 Juli 2023   12:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerbung. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Yuri B

Hari Kamis, pagi, jam yang menempel di dinding di ruang pertemuan, yang termasuk salah satu ruangan yang megah dan besar di lantai dua ini, sudah menunjukkan pukul 09.30. Hari di luar cukup panas. Matahari bersinar dengan terang dan cerah. Tapi di dalam sini aku merasa kedinginan. Pertama mungkin karena pengaruh AC ruangan yang dinyalakan. Kedua mungkin karena aku akan menghadapi hari penghakiman.

Tanganku kedinginan, tetapi di saat yang bersamaan juga, tanganku berkeringat dingin. 

Tidak banyak guru junior sepertiku di ruangan ini. Karena mungkin terlalu cemas dan khawatirnya, aku malas menghitung, tepatnya ada berapa guru junior di ruangan ini. Mungkin tiga atau empat, tapi salah satunya adalah aku sendiri. 

Sedangkan di depanku, di tempat duduk pembicara, yang posisinya lebih tinggi daripada tempat duduk pendengar, berderet-deret duduk pemimpin sekolah, pejabat sumber daya manusia sekolah atau SDM, dan pejabat pengendali mutu sekolah atau PM.

Aku tahu, dan aku yakin, karena aku merasa kalau aku tidak terlalu bodoh meskipun juga tidak terlalu pandai, pertemuan ini sebenarnya dikhususkan untukku. Yang lain hanyalah sebagai pengemas dan pelengkap, agar mungkin, aku tidak merasa dihakimi.

Aku juga tahu, ini merupakan rangkaian kejadian pengunduran diriku. Pertama, aku menyatakan beberapa kesulitan dan kendala yang kutemui selama aku menjalankan UP kepada pemimpin sekolah, namun belum ditanggapi. Kedua, aku mengajukan pengunduran diri. Ketiga aku dimediasi secara informal dengan mengobrol santai dengan pejabat SDM dan timnya di gazebo, tapi masih buntu. Keempat, adalah hari ini.

Dan hari inilah, mungkin aku akan diadili, kenapa aku dianggap melarikan diri dari tugas yang diberikan oleh sekolah.

Kembali ke ruangan ini. Aku terus meremas-remas tanganku yang dingin, sambil terus melafalkan doa agar aku dimudahkan dan lancar berbicara.

Setelah pemimpin sekolah dan para pejabat memberi sambutan, yang tentu saja isi sambutannya menyerempet-nyerempet kasus pengunduran diriku. Pemimpin sekolah lalu izin meninggalkan ruangan. 

Lalu setelah dua atau tiga guru junior dipersilakan menyampaikan hal yang menjadi kendala dalam mengerjakan tugasnya, yang aku sendiri saking fokus pada doa, kecemasan, dan latihan bicara, sampai tidak tahu para guru junior tadi melaporkan apa, gilirankulah yang diminta melaporkan.

"Baik.." kataku mulai pembicaraan dengan suara bergetar. Semua mata yang ada di depanku, menatapku, meskipun tatapannya mungkin biasa saja, atau justru itu sebagai bentuk perhatian para beliau kepadaku, menunjukkan bahwa para beliau tertarik pada pembicaraanku, tapi bagiku, tatapan-tatapan itu semakin membuat jantungku berdegup kencang. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline