Lihat ke Halaman Asli

'Mbah, Kita Kayak Pengemis Aja Ya'

Diperbarui: 25 Juni 2015   23:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Suara cucuku, sania yang menemaniku di siang terik ini membuatku menatapnya pilu. Lidahku terasa kelu, hanya mampu membalas kata-katanya dengan senyum terpaksa. Dalam hati, sudah sejak beberapa menit lalu aku pun mengatakan hal yang sama, aku bagaikan pengemis saja.


Padahal aku bukan peminta-minta. Aku bukan pengemis. Setiap hari aku berjualan buah-buahan keliling dengan bakul yang kupanggul di punggung demi menyambung hidup. Hasilku berjualan itu memang tak seberapa, cukuplah untuk makan aku yang janda ini bersama sania, cucuku.


Sania adalah anak dari putriku semata wayang yang sekarang merantau ke sulawesi. katanya ia disana menjadi perawat manula orang kaya. Aku bersyukur Darmiyanti anakku itu masih rutin mengirimiku sedikit uang untuk biaya sekolah Sania, selain itu di usiaku yang juga manula ini, aku masih bisa mandiri dan kuat berjualan.


Namun entah mengapa, 2 bulan ini Darmi, anakku sing ayu dewe itu belum mengirim uang seperti biasa. 2 bulan lalu dia sempat mengabarkan,

'agak terlambat ya, mak.. 2 minggu lagi aku kirim' kata Darmi ketika menelponku ke hape. Oiya aku ini walau sudah tua dan berjualan keliling juga punya hape lho. hape ini kiriman Darmi sekitar tiga bulan lalu.

Aku cuma mengiyakan kata-katanya waktu itu.

'iya,nduk...'


Ternyata hingga kini Darmi belum juga mengirim uang. Aku nggak enak mau meminta, mungkin anakku di rantau sedang membutuhkan uang itu juga.


Sekarang, persediaan uang sudah menipis dari hasil jual buah keliling tak cukup untuk membayar sekolah sania 2 bulan, ditambah dengan uang ujian akhir yang harus segera dibayar agar cucuku bisa ikut ujian. Besar harapanku ia segera lulus SD dan bisa sekolah di SMP. Akh, semoga Darmiyanti segera rutin mengirimi kami uang lagi untuk meringankan biaya hidup yang makin tinggi saja.


Terpaksa hape ku satu-satunya ini kujual. Uangnya bisa untuk membayar uang ujian dan sekolah Sania. Harapku.


Sudah sejak 1 jam lalu aku dan sania berjalan menyusuri wilayah sekitar pasar biasaku membeli dagangan, ada beberapa toko hape disana dengan jarak berjauhan. Dengan menenteng kotak kardus kecil kesana kemari aku tawarkan hape ini, aku kerap di acuhkan pemiliknya. Padahal aku ini hendak menjual hapeku, bukan ingin meminta-minta.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline