Tak menyangka bahwa ternyata kota Ngawi punya peninggalan sejarah yang begitu cantik bernama Benteng Van Den Bosch. Betul, bagi saya yang setengah gen Z dan setengah milenial karena tidak mau dicap tua ini, perihal sejarah kerap kali terlupa dalam daftar piknik.
Biasanya yang dicari saat akan berkunjung ke suatu kota itu adalah pertama pasti menginap dimana, lalu tempat makan enak dimana, lokasi wisata kemana. Cukup itu saja.
Tidak terbersit dalam benak untuk Googling sejarah di kota tersebut ada apa. Memang cukup memprihatinkan. Tapi ya bagaimana, kenyataan memang kadang tidak seindah harapan.
Dengan menempuh perjalanan selama kurang lebih 8 jam dari Ibukota, tibalah di kota Ngawi. Kota yang tenang, pelan-pelan, dan menyenangkan. Kota Ngawi adalah kota yang terletak di perbatasan Jawa Timur dan Jawa Tengah.
Kota dengan luas 70,57 km² ini bersebelahan dengan Madiun dan Blora. Kata Ngawi merupakan turunan kata dalam bahasa Jawa Kuno yaitu awi yang artinya bambu. Kata tersebut kemudian memperoleh imbuhan Ng yang menandakan bahwa di daerah ini terdapat banyak pohon bambu.
Memang dimana-mana banyak sekali ditemukan rimbunan bambu. Pantas saja aplikasi udara di telepon genggam berwarna hijau cantik yang artinya udara sangat bagus.
Bambu adalah jenis rumput yang tinggi seperti pohon dan termasuk dalam tumbuhan penghasil oksigen yang besar yaitu mampu memproduksi oksigen 1,2 kilogram/hari. Dengan kata lain, satu pohon bambu dapat menyuplai kebutuhan oksigen bagi dua orang setiap harinya.
Tidak ada ekspektasi berlebih saat berkunjung kesana. Tapi sungguh tak disangka, Ngawi punya primadona bernama Benteng Pendem Van Den Bosch.
Benteng ini terletak di terletak di Kelurahan Pelem, Ngawi. Benteng ini memiliki ukuran bangunan 165 m x 80 m dengan luas tanah 15 Ha, yang dikeliling rimbunan pohon yang bersisihan dengan sungai tempat dimana Bengawan Solo dan Bengawan Madiun bertemu.