Obligasi adalah istilah dalam pasar modal untuk menyebut surat pernyataan utang penerbit obligasi terhadap pemegang obligasi. Dengan kata lain, bahwa obligasi adalah pihak yang berhutang dan pemegang obligasi adalah pihak yang berpiutang. Dalam obligasi ditulisakan jatuh tempo pembayaran utang beserta bunganya menjadi kewajiban penerbit obligasi tethadap pemegang oblogasi. Jangka waktu obligasi yang berlaku di Indonesia umumnya 1 hingga 10 tahun.
Penerbitan obligasi ini dilatarbelakangi upaya menghimpun dana dari masyarakat yang akan digunakan sebagai sumber pendanaan. Bila dipandang dari sudut pandang pebisnis, obligasi bisa dimanfaatkan untuk mendapatkan dana segar demi berjalannya usaha. Sementara Negara memandang obligasi sebagai sumber pendanaan untuk membiayai sebagian defisit anggaran belanja dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara.
Obligasi juga dapat diperjual belikan seperti saham. Namun bedanya saham dapat dibeli dengan hanya mencari tahu di Bursa Efek Indonesia. Lain dengan obligai yang mendapatkannya dengan mendapat dari pihak penerbit yang sepakat melakukan jual beli dengan pembeli. Itu sebabnya mengapa obligasi belum familier di tengah-tengah masyarakat.
Ada beberapa keuntungan yang diperoleh dari diterapkannya obligasi. Imbal balik yang didapat dari obligasi bisa besar tergantung dari jangka waktu obligasi. Makin lama, makin besar keuntungannya. Serta mudah untuk diperdagangkan di pasar sekunder yang diatur di mekanisme Bursa Efek Indonesia (BEI ) atau transaksi di luar bursa. Akan tetapi, di sisi lain juga terdapat kekurangan pada obligasi sebagai investasi. Penerbit obligasi beresiko gagal bayar dan konsekuensinya investor tak cuma tidak memperoleh untung, tetapi tak mendapatkan kembali seluruh pokok utang. Untungnya, kekurangan ini tak berlaku pada obligasi Negara yang terlindungi undang-undang. Kedua, kekurangan dari obligasi juga rentan terhadap perubahan suku bunga, ekonomi, dan kondisi politik yang tidak stabil. Perubahan-perubahan tersebut berdampak pada pasar keuangan. Yang ketiga, menjual obligasi juga sebelum jatuh tempo di pasar sekunder menimbulkan kerugian bagi investor. Sebab harga jualnya lebih rendah dari harga belinya.
Disamping itu, seberapa penting obligasi daerah dan perlukah adanya obligasi daerah? Penerapan obligasi daerah oleh pemerintah ini tidak lain dan tidak bukan hanya untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakatnya. Dengan adanya banyak dan meningkatnya pembiayaan untuk pembangunan di berbagai daerah, maka kebutuhan akan biayanya pun harus dipikirkan. Mau tidak mau pemerintah pemerintah harus berputar otak mencari alternative sumber pendapatan yang lain. Dan obligasi daerah adlah slah satu alternative dari sumber pembiayaan yang dipilih oleh pemerintah.
Penerbitan obligasi daerah sangat dipilih dan dianjurkan untuk dilaksanakan pada daerah-daerah yang masih memiliki tingkat ketergantungan terhadap dana perimbangan dengan jumlah yang cukup besar. Juga untuk daerah yang bergantung kepada PAD yang masih kecil dengan sumber daya alam yang pas-pasan an perusahaan daerah yang masih sering merugi.
Setidaknya ada hal yang menjadi dasar pemberlakuan obligasi daerah sebagai sumber pendanaan dan pembiayaan pembangunan daerah menurut Ardi Hamzah,
Pertama, karena kebutuhan daerah yang sangat mendesak terhadap pencarian alternative lain sebagai sumber pendanaan. Seain dari tiga sumber utama daera yang dirasa relative kurang mencukupi atau kurang mempercepat pembangunan dan pengembangan di daerah.
Kedua, wacana adanya obligasi daerah sebagai sumber pendanaan yang sudah dapat memancing minat investor, baik domestik maupun asing yang cukup tinggi terhadap pembangunan infrastruktur di daerah.
Jika pemerintah daerah menjadikan obligasi daerah menjadikan obligasi daerah sebagai alternatif pembiayaan, maka setidak- tidaknya ada beberapa aspek yang mendapat perhatian. Yaitu aspek regulasi juga aspek kelayakan. Akan tetapi pada kenyataannya, dua aspek ini pun yang masih menjadi penghalang penerbitan obligasi daerah. Persoalan lain yang ada adalah masalah pembuatan rating obligasi yang memerlukan adanya laporan keuangan yang memenuhi standar laporan keuangan. Kapasitas manajemen keuangan pemda juga harus ditingkatkan terkait dalam mengambil keputusan pembiayaan, persiapan penawaran ke public yang membuuhkan keterbukaan informasi dan sistem akuntansi, serta pengelolaan pasca penertiban.
Dengan kondisi seperti sekarang ini, penerbitan obligasi daerah tampaknya belum bisa dilakukan karena masih diperlukan waktu untuk melakukan revisi UU Pasar Modal dan masih perlunya kesungguhan pemerintah untuk mau menjamin penerbitan obligasi ini. Kendati demikian, wacana penerbitan obligasi daerah yang masih terhalang oleh banyak hal ini bukan berarti pemerintah daerah kemudian tidak melakukan apa-apa. Sembari menunggu kepasin regulasi dan lampu hijau pemerintah pusat, tidak ada salahnya pemerintah daerah mulai mengkaji hal-hal yang perlu dipersiapkan dengan pihak-pihak terkait, misalnya dengan melakukan survey tentang pasar obligasi daerah kepada calon investor.