Lihat ke Halaman Asli

Dian Kurniati

Dosen Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Industri Pertanian, Universitas Padjadjaran

Perubahan Komponen Zat Gigi Pangan selama Pengolahan

Diperbarui: 13 Agustus 2024   14:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pengolahan bahan pangan adalah kegiatan merubah bahan makanan menjadi siap saji atau setengah siap saji dengan menggunakan metode atau teknik-teknik tertentu yang bertujuan untuk menjaga nilai gizi dan memperpanjang umur simpannya. Beberapa faktor penting yang dipertimbangkan mengapa pengolahan pangan perlu dilakukan antara lain untuk mendapatkan bahan pangan yang aman dikonsumsi sehingga nilai gizi yang dikandung dapat dimanfaatkan secara maksimal, untuk pengawetan (memperpanjang umur simpan), selain itu agar bahan pangan tersebut dapat diterima oleh konsumen, khususnya secara sensori yang meliputi penampakan dan tekstur. Di satu sisi, pengolahan dapat menghasilkan produk pangan dengan sifat-sifat yang diinginkan yaitu aman, bergizi, dan dapat diterima dengan baik secara sensori. Di sisi lain, pengolahan juga dapat merubah nilai komponen maupun zat gizi yang terkandung pada bahan pangan bahkan lebih jauh lagi dapat menghasilkan senyawa toksik sehingga produk menjadi kurang atau tidak aman, serta terjadinya perubahan sifat sensori ke arah yang kurang diterima seperti perubahan warna, tekstur, bau dan timbulnya rasa yang tidak disukai.

Karbohidrat

Pemasakan karbohidrat diperlukan untuk mendapatkan daya cerna pati yang tepat. Pemasakan juga membantu pelunakan dinding sel sayuran dan selanjutnya memfasilitasi daya cerna pati. Bila pati dipanaskan, granula-granula pati membengkak lalu pecah dan pati tergalatinisasi. Pati masak lebih mudah dicerna daripada pati mentah. Bahan pangan yang dominan kandungan karbohidratnya seperti singkong, ubi jalar, gula pasir, dan lainnya, dalam pengolahan yang melibatkan pemanasan yang tinggi karbohidrat terutama gula akan mengalami karamelisasi (pencoklatan non enzimatis). Warna karamel ini terkadang justru dikehendaki, sebaliknya karamelisasi yang berlebihan tidak diharapkan. Dewasa ini, kecenderungan dalam pengolahan pati (gabah) menjadi beras atau gandum menjadi terigu adalah dihasilkan produk jadinya berwarna putih bersih. Meskipun secara organoleptik hal ini menguntungkan, tetapi dari segi gizi hal ini merugikan. Proses penyosohan yang berlebihan pada kedua bahan pangan tersebut menyebabkan banyak serat, vitamin, dan mineral menjadi terbuang. Pengolahan buah menjadi sari buah juga akan menurunkan kadar serat, karena banyak serat akan terpisah pada saat proses penyaringan.

Protein

Selama pengolahan, protein yang terkandung dalam bahan pangan akan mengalami berbagai macam perlakuan baik secara fisik maupun kimia. Dimana proses pengolahan menggunakan panas paling banyak digunakan, misalnya pemasakan, sterilisasi komersial (pengalengan), pengeringan atau pemanggangan, dan pembakaran. Reaksi-reaksi yang mungkin timbul selama pengolahan diantaranya denaturasi, kehilangan aktivitas enzim, perubahan kelarutan dan hidrasi, perubahan warna, derivatisasi residu asam amino, cross-linking, pemutusan ikatan peptida, dan pembentukan senyawa yang secara sensori aktif. Reaksi ini dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu suhu, lama pemanasan, pH, adanya oksidator, antioksidan, radikal, dan senyawa aktif lainnya. Reaksi-reaksi tersebut umumnya menguntungkan secara organoleptik, misalnya menghasilkan aroma khas yang diinginkan, perubahan warna, atau cita rasa yang lebih enak. Akan tetapi tidak jarang yang terjadi adalah munculnya reaksi yang merugikan ditinjau dari segi gizi, misalnya dapat mengakibatkan daya cerna protein menurun, ketersediaan asam-asam amino esensial menjadi rendah, bahkan dapat menghasilkan senyawa yang bersifat toksik yang menimbulkan pengaruh fisiologis yang merugikan bagi tubuh.

Lemak

Pemanasan lemak dalam waktu lama dan terus-menerus dapat merusak asam lemak esensial dan membentuk produk polimerisasi yang beracun. Lemak hewan banyak mengandung asam lemak tidak jenuh seperti oleat dan linoleat. Asam lemak ini dapat mengalami oksidasi, sehingga menimbulkan bau tengik pada daging. Hasil pemecahan dan oksidasi ikatan rangkap dari asam lemak tidak jenuh adalah asam lemak bebas yang merupakan sumber bau tengik. Dengan adanya anti oksidan dalam lemak seperti vitamin E (tokoferol), maka kecepatan proses oksidasi lemak akan berkurang. Sebaliknya dengan adanya prooksidan seperti logam-logam berat, klorofil, dan enzim lipoksidase maka oksidasi lemak akan dipercepat. Minyak dan lemak juga merupakan pelarut bagi vitamin larut lemak (A,D,E, dan K) dan pro vitamin A (karoten). Oksidasi oleh oksigen maupun akibat pemanasan (misalnya penggorengan) akan merusak vitamin A, vitamin E, dan karoten. 

Vitamin

Dalam pengolahan pangan, kerusakan vitamin dapat terjadi akibat pengaruh pH, oksigen, pemanasan, paparan cahaya langsung. Sebagai contoh: proses pasteurisasi HTST (high temperature short time) pada susu lebih dapat mempertahankan kandungan tiamin, vitamin C, dan vitamin B12 dibandingkan dengan proses pasteurisasi konvensional (holding method). Demikian juga proses sterilisasi UHT (ultra high temperature) lebih dapat mempertahankan kadar vitamin dalam susu dibandingkan dengan proses sterilisasi susu dalam botol. Hal ini penting diperhatikan dalam mempersiapkan produk olahan susu bagi bayi atau anak kecil. Selain itu, proses pengalengan makanan ternyata menyebabkan kehilangan vitamin yang cukup tinggi selama keseluruhan proses, yaitu berkisar antara 0-91%. Dalam hal ini, proses sterilisasi HTST lebih dapat mempertahankan vitamin dibandingkan dengan metode LTLT (low temperatura long time). Disamping itu, medium asam (pH rendah) lebih dapat mempertahankan vitamin dibandingkan dengan medium alkalis.

Mineral

Mineral umumnya tidak mengalami kerusakan selama pengolahan pangan, yang mungkin terjadi adalah pengurangan kadar atau ketersediaannya. Penurunan kadar mineral biasanya terjadi akibat pelarutan (leaching), misalnya pada proses blanching sayuran atau buah-buahan sebelum dikalengkan, dibekukan atau dikeringkan. Hal ini sedikit dapat dicegah dengan cara melakukan blanching menggunakan uap air. Selain itu, pelarutan mineral dapat juga terjadi selama proses perebusan. Penurunan ketersediaan mineral dapat terjadi karena terbentuknya ikatan antara mineral dengan senyawa lain, misalnya protein, tanin, asam fitat, asam oksalat dan lainnya. Tanin merupakan senyawa yang stabil selama pengolahan, tetapi bersifat larut dalam air, sehingga kadarnya sedikit berkurang dengan proses pencucian. Asam oksalat hanya dapat dilarutkan dalam larutan asam, sehingga menurunkan kadarnya hanya dapat dilakukan dengan cara perendaman atau pencucian bahan pangan dalam larutan asam.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline