Lihat ke Halaman Asli

Cinta Bertepuk Tangan (?)

Diperbarui: 24 Juni 2015   12:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

“Ma, ibuku minta aku segera menikah.” kata-katanya tiba-tiba memecah sunyi. Semenjak beberapa waktu lalu, dia hanya terpekur dalam diam. berasyik-masyuk dengan pikiran sendiri. Berasa patung saja aku di sini.

”Baguslah. Biar ada yang urus kau!” komentarku singkat. Mataku masih menekuri segenggam buku yang sedari beberapa hari belakangan menemani waktu sengganku.

”Kok komentarnya begitu?” tanyanya bernada protes. Dahiku berkerut. Kuarahkan pandanganku kepada. Tak lama. Hanya sekejap. Tombo penasaran demi melihat ekpresinya yang kadang terliat aneh. Hahaaa.. #ups

”Trus maunya kau, aku komentar apa? Minta dicarikan?”

”Boleh.”

”Ternyata itu yang ditunggu..” gumamku sendiri sambil cengar-cengir tak jelas bentuk.

”Tapi.. jangan carikan yang terlalu shalihah, ya!”

”Heh? Permintaan macam apa pula itu? Di mana-mana orang yang paham agama macam kau ini, harusnya cari yang shalihah. Berapa kali sudah kakak kau si Farhan itu menjejali telingaku dengan ceramahnya yang tiada pernah putus bagai banjir bandang itu?”

”Sabar, sabar.. kenapa kau jadi sewot macam itu pula? Aku yang hendak nikah, bukan kau!” sahutnya tak kalah sengit.

”Tak paham juga kau nih! Tak lihat kau nasih kakak sepupuku itu, hah? Carinya yang cantik bening, suara merdu.. tapi apa yang dia dapat? Sakit hati! Ingin kau dapat istri macam itu? aku yang tak tega!” komentarku dengan suara meninggi. Tak urung gemas juga dibuatnya. Dia itu teman baikku. Teman sejak masih ingusan dulu. Tahu betul bagaimana sifat dan kelakuannya. Bahkan sampai apa yang dibutuhkan.

”Kenapa pula kau sewot, Ma?”

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline