Hari itu, selasa sekiranya pukul 11.20 suasana kelas cukup gaduh sebab tiadanya kegiatan belajar mengajar.
Berbalut busana putih abu-abu, aku sedang asik berkutat pada buku dan pensilku. Siang itu, dia datang, tidak ku lirik meskipun aku berada di deretan bangku paling depan, sama sekali tidak ku lirik, seolah olah aku memang betul betul sibuk dengan buku dan pensilku itu, meskipun sebenarnya saat dia datang, ada senyum yang takdapat ku bantahkan dari bibirku.
Ku tarik napas dalam dalam, dan ku dapati dia duduk tepat di meja belakang ku. Satu tingkat posisinya lebih tinggi dari ku.
Sederhana, dia yang baru mengambil posisi duduknya, meletakan telapak tangannya dikepala ku, sesekali diusapnya kepala ku dengan tangannya itu dengan lembut, lalu dia membiarkan tangannya tetap berada dikepalaku.
Kubiarkan, kubiarkan tangan nya tetap begitu, kubiarkan seolah olah kepalaku itu memang miliknya, memang untuknya, untuknya kapanpun dia mau mengusapnya, ku biarkan.
Ku biarkan, sangat acuh seolah olah pada siang itu aku memang benar benar sibuk dengan buku dan pensilku, padahal ada perasaan yang tidak dapat aku sembunyikan. Ada gejolak yang tidak bisa aku tahan.
Ada sesuatu entah itu apa, tapi jelas sekali tidak dapat aku lontarkan.
Ku biarkan, aku tetap diam meskipun sebenarnya ada banyak bunga bunga yang tidak bisa dia dan teman teman lihat.
Siang itu, suasanya kelas sangat gaduh, tapi sebaliknya bagi ku, siang itu benar benar menjadi siang yang hangat dan menjadi siang yang sangat aku rindukan suasananya.
Oh salah, ku rasa aku bukan merindukan suasananya.
Aku merindukan dia.