Lihat ke Halaman Asli

Paradoks (Hal-hal yang Bertentangan)

Diperbarui: 25 Juni 2015   04:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kita memiliki gedung-gedung yang semakin tinggi, tetapi semakin rendah ketahanan kita akan amarah. Kita membangun banyak jalan-jalan yang besar, tapi wawasan kita semakin sempit. Kita menghabiskan banyak uang, tetapi semakin sedikit apa yang kita punya. Banyak membeli, tetapi semakin sedikit yang bisa dinikmati.

Rumah-rumah kita bertambah besar, tetapi keluarga kita semakin kecil. Rumah yang makin nyaman, tapi makin sedikit waktu untuk menikmatinya. Rumah-rumah yang semakin elok, tetapi keluarga yang berantakan. Relasi semakin banyak, tetangga semakin sedikit. Inilah masa pendapatan yang berganda, tetapi perceraian yang bertambah.

Kita memiliki banyak gelar, tetapi semakin sempit akal. Semakin banyak pengetahuan, tapi makin sempit penilaian pada yang baik dan salah. Semakin banyak ahli, semakin banyak pula masalah. Semakin banyak ditemukan obat, tetapi semakin berkurang kesehatan.

Kita terlalu banyak merokok, minum, ceroboh, terlalu sering tertawa, mengemudi terlalu cepat, semakin kerap marah, susah tidur, terlalu sedikit membaca, malas merenung, terlalu banyak menonton TV dan sangat jarang berdo’a.

Kita telah melipatgandakan keinginan, tetapi mengurangi nilai-nilai diri kita. Terlalu banyak berbicara dan kurang mau mendengar. Terlalu sedikit mencinta, dan terlalu sering membenci.

Kita telah belajar bagaimana mencari nafkah, tapi tidak mencari makna hidup. Kita mampu menambah tahun-tahun dalam kehidupan kita, tetapi gagal membawa kehidupan dalam tahun-tahun hidup kita.

Kita melakukan hal-hal yang besar, tetapi gagal melakukan hal-hal yang baik. Kita membersihkan udara, tetapi jiwa kita penuh polusi. Kita telah menaklukkan atom, tetapi tidak mampu mengalahkan prasangka buruk dan dengki. Terlalu banyak menilai, tapi kurang introspeksi.

Kita banyak menulis, tetapi sedikit belajar. Kita banyak berencana, tetapi sedikit menggapai. Kita belajar untuk mengejar, tapi tidak belajar menunggu.

Inilah zamannya makanan cepat saji dan pencernaan yang lambat. Manusia-manusia lebih besar fisiknya, tapi kerdil karakternya. Inilah kalanya perjalanan yang singkat, pakaian sekali pakai, moralitas terbuang, kelebihan berat badan, dan pil-pil yang dapat melakukan segalanya : membuat gembira, menenangkan, mempercantik dan sekaligus membunuh !

Inilah waktunya ketika banyak hal yang dipamerkan dan semakin sedikit yang disimpan. Ingatlah, sesungguhnya hidup tidak diukur dengan berapa banyak hembusan napas yang kita ambil. Tapi, diukur dengan saat-saat terakhir hembusan napas kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline