Lihat ke Halaman Asli

Facebook dan Operasi Intelijen

Diperbarui: 26 Juni 2015   01:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kontroversi RUU Intelijen kembali menyeruak, RUU yang dikhawatirkan melahirkan represi aparat negara ini, disepakati semua fraksi di DPR pada 29 September 2011. Draft yang tinggal disahkan melalui rapat paripurna itu tidak lagi memuat pasal tentang penangkapan.


Penggalian Data

Menurut Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso menyambut positif RUU Intelijen Negara yang sudah disetujui Komisi I. Menurut Priyo lahirnya RUU diharapkan bisa membuat kerja intelijen lebih maksimal dari ancaman teror. Priyo berasalan aparat intelijen selalu tertinggal selangkah dengan aksi teror di Indonesia.


Tidak hanya di Indonesia, Paman Sam pun menjadikan internet sebagai target pantauan dalam mengantisipasi ancaman teroris. Sejak tragedi 11 September 2001, Gedung Putih tidak ingin kecolongan lagi. Dephan AS pun meluncurkan proyek IAO (Information Awareness Office) di bawah DARPA (Defence Advanced Research Projects Agency) yang dipimpin oleh Dr. Anita Jones. Jones pun menjabat direktur perusahaan In-Q-Tel yang memiliki spesifikasi di bidang penggalian informasi (data mining). “Proyek ini merupakan bagian dari upaya untuk membantu negara menghindari kejutan strategis, peristiwa yang kritis bagi keamanan nasional seperti 11 September 2001,” papar Jones.


IAO dibentuk untuk melacak dan memantau teroris maupun ancaman lain dengan menggolkan Total Informastion Awareness (TIA) yang sebelumnya bernama Terrorism Information Program. Selain TIA, Dephan memiliki proyek sejenis yaitu TIPS (Terrorism Information and Prevention System). Untuk mencapai tujuan ini, diciptakan sebuah database besar yang akan melacak email, jejaring sosial, dan lainnya.


Pemantauan Jejaring Sosial

Dalam beberapa dialog di tv nasional, salah satu aplikasi dari RUU Intelijen adalah mengawasi situs-situs jejaring sosial, terutama Facebook dan Twitter. Dengan potensi massa yang sangat besar, facebook dinilai rawan aktivitas yang membahayakan dan mengganggu keamanan. Belum lagi fenomena di Timur Tengah, dimana gerakan penggulingan rejim digalang di Facebook.


Ini diperkuat oleh persyaratan Facebook sendiri, yang menyatakan setiap konten yang diposting berarti mewakilkan pada Facebook untuk memindah tangankan, berbayar penuh untuk menyalin, menggunakan, mendistribusikan konten tersebut. Dalam kebijakan privasi, situs tersebut menyatakan "Dengan menggunakan Facebook, Anda setuju jika data pribadi Anda ditransfer ke dan diproses di Amerika Serikat."


Dalam konteks ini, Wikileaks mempublikasikan dokumen penting tanggal 4 Oktober 2008 oleh Konsorsium INDECT, Sistem Informasi Intelijen Pendukung untuk Pengamatan, Pencarian dan Pendeteksi Keamanan Warga di Lingkungan Perkotaan.


Menurut Wikileaks, "Pekerjaan Paket 4" INDECT dirancang untuk menyisir web blog, situs chat, laporan berita, dan jejaring sosial dalam rangka membangun berkas otomatis tentang individu, organisasi dan hubungannya.


INDECT yang dibiayai Uni Eropa-Amerika ini, berusaha merekam miliaran email, pesan teks, tweets dan posting blog yang lalu lalang di dunia maya setiap hari, termasuk mungkin foto kita. Semua sisiran data dikumpulkan dalam Knowledge Base Population (KBP), yang dibagi dalam Person Entity Recognition (PER), Organization (ORG), Geo-Political Entity (GPE), Location (LOC), Facility (FAC), Geographical/Social/Political (GPE), Vehicle (VEH) dan Weapon (WEA). Bahkan INDECT telah mengumpulkan data dari Wikipedia infobox. Dokumen itu mengkoleksi 1 juta artikel, ratusan ribu referensi sejak Oktober 2008. Penyisiran di Wikipedia ini fokus mengidentifikasi PER, ORG dan GPE.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline