Ketika memberikan kuliah umum di kampus UI bulan Maret lalu, Pangkostras (kini KASAD) Letjen TNI Gatot Nurmantyo mengusung tajuk “Peran Pemuda dalam Menghadapi Proxy War” (lihat : TNIAD.MIL.ID)
Sifat dan karakteristik perang telah bergeser seiring dengan perkembangan teknologi. Kemungkinan terjadinya perang konvensional antardua negara dewasa ini semakin kecil. Namun, adanya tuntutan kepentingan kelompok telah menciptakan perang-perang jenis baru. Diantaranya, perang asimetris, perang hibrida, dan perang proxy.
Perang asimetris adalah perang antara belligerent atau pihak-pihak berperang yang kekuatan militernya sangat berbeda.
Perang hibrida atau kombinasi merupakan perang yang menggabungkan teknik perang konvensional, perang asimetris, dan perang informasi untuk mendapat kemenangan atas pihak lawan. Pada saat kondisi kuat, perang konvensional dilakukan untuk mengalahkan pihak lawan. Namun, pada saat situasi kurang menguntungkan, cara-cara lain dilakukan untuk melemahkan pihak musuh.
Perang proxy atau proxy war adalah sebuah konfrontasi antardua kekuatan besar dengan menggunakan pemain pengganti untuk menghindari konfrontasi secara langsung dengan alasan mengurangi risiko konflik langsung yang berisiko pada kehancuran fatal.
Biasanya, pihak ketiga yang bertindak sebagai pemain pengganti adalah negara kecil, namun kadang juga bisa nonstate actors yang dapat berupa LSM, ormas, kelompok masyarakat, atau perorangan.
Pengertian Perang Asimetris
Istilah lain asymmetric warfare yang mengemuka selain disebut perang non militer, dalam bahasa populer juga dinamai smart power, atau perang non konvensional, irreguler dan lain-lain. Berdasar penelusuran di berbagai literatur, inti dari definisi asymmetric warfare bisa dirangkum sebagai berikut:
“suatu model peperangan yang melibatkan dua aktor atau lebih, dikembangkan melalui tata cara tidak lazim di luar aturan perang konvensional. Memiliki spektrum dan medan tempur yang luas meliputi hampir di setiap aspek astagatra (geografi, demografi, sumber daya alam/SDA, ideologi, politik, ekonomi, sosial dan budaya, dll)”.
Barangkali inilah benang merah asymmetric warfare yang NETRAL. Pertanyaanya: kenapa netral, apakah ada definisi yang tidak netral atau tendensius?
Dewan Riset Nasional (DRN), 2008, Jakarta misalnya, menekankan asymmetric warfare lebih kepada keadaan dimana ada ketidakberimbangan kekuatan antara aktor-aktor yang berkonflik. Kemudian substansi pengertian menurut Wikipedia.com, 2 Juli 2013, hanya menyoroti perbedaan kekuatan dan strategi atau taktik yang berbeda. Sedangkan Robert Tomes, 2004, dalam buku Relearning Counterinsurgency Warfare, Parameter, US Army War College lain lagi. Ia lebih spesifik mendefinisikan perang asimetris, karena selain melihat perbedaan para aktor yang berkonflik juga mencermati cara berinteraksi dan upaya saling mengeksploitasi kelemahan-kelemahan lawan. Sudah barang tentu hal tersebut terkait dengan strategi dan taktik perang unconvensional.
Selanjutnya Land Warfare Doctrine 1, 2008, The Fundamentals of Land Warfare, Australia’s Department of Defence, cenderung menekankan tentang kemunculan asimetris. Asimetris dapat pula diartikan dengan perbedaan tujuan, komposisi pasukan, kultur, teknologi dan lain-lain. Artinya tatkala ada perbedaan perbandingan antara pihak-pihak yang berperang maka disitu asimetris akan lahir.
Hingga kini, belum ada pengertian baku yang dapat dijadikan referensi tunggal perihal asymmetric warfare. Masih debatable, beragam definisi, terdapat aneka penafsiran baik arti, maksud maupun bagaimana perang asimetris itu sendiri.
Modus-modus Perang Asimetris
Modus-modus perang Asimetris ini banyak menggunakan media-media non-militer. Berikut contoh-contoh modus yang sebagian besar berlangsung di luar negeri, tetapi bukan berarti modus-modus tersebut tidak berlangsung di Indonesia.
1.Kelompok Sipil, NGO/LSM
Sebenarnya LSM/Ornop, Kelompok Sipil itu diperlukan dalam membangun modal social (social capital) dalam sebuah negara. Mereka berperan dalam peningkatan peran masyarakat di ruang publik di sebuah negara demokrasi modern.
Hanya saja, kini LSM memiliki wilayah abu-abu yang kemudian bisa menjadi sebuah senjata politik yang mematikan bagi suatu pemerintahan. Ia tidak lagi menjadi suatu katalis pembentukan modal social, melainkan menjadi pembuka pergantian rejim (regime change).
Jika anda masih tidak percaya dengan adanya kerja abu-abu, kerja clandestine (underground work) dari Ornop, perhatikan bagan di bawah ini.
[caption id="attachment_353344" align="aligncenter" width="300" caption="Cara kerja LSM, pasti ada Undergroun Work"][/caption]
Setiap front di atas bekerja sinergis demi mencapai tujuan bersama, yaitu perubahan kebijakan (policy change) dan bahkan perubahan rejim (regime change), seperti yang ditegaskan oleh Katherine Anne Isbester ketika mengkaji pola gerakan Ornop di Amerika Latin,
“NGOs can drive policy change and regime change. National NGOs can operate with eithersupportive foreign agencies or be part of an international non-governmental organization (INGO) sharing ideas, resources, and personnel.” (Isbester, 1962:20).
Ideologi Pan-Internasionalisme inilah yang membuat Ornop semakin sukar disentuh dan dikendalikan.
Dan tahukah anda, setiap kerja Clandestine (underground work) hampir dipastikan selalu melibatkan Operasi-Psikologis atau operasi intelijen, hatta aktornya Ornop sekalipun. Mengapa ? Karena sebagai pendesak perubahan kebijakan, mereka memerlukan beberapa elemen demi memuluskan cita-cita, salah satunya adalah OPINI.
Model terbaru peran Ornop dalam penggulingan pemerintahan yang sah terdapat pada Revolusi Warna di Eropa Timur dan Arab Spring di Timur Tengah. Dalam era baru 'revolusi warna', banyak gerakan-gerakan sipil yang berakhir dengan pergantian rejim terindikasi sebagai benih yang-didanai dan dalam beberapa kasus yang dijalankan oleh LSM-LSM maupun yayasan-yayasan seperti Freedom Housedan Open Society Institute(George Soros), bersama dengan National Democratic Institute (NDI)- Deplu dan termasuk juga National Endowment for Democracy (NED). Selain itu, LSM seperti USAID yang sekarang dikenal sebagai front mutlak bagi operasi CIA di seluruh dunia.
Di Serbia, dikenal gerakan bernama OPTOR! Yang dirintis di Serbia oleh Ivan Marovic dan Srdja Popovic, keduanya memainkan kunci peran dalam menggulingkan Presiden Serbia, Slobodan Milosevic dalam aksi yang didukung CIA, dimana manual "perubahan rezim" yang mereka gunakan adalah , From Dictatorship to Democracy yang ditulis oleh profesor Harvard Gene Sharp dan sering disebut sebagai Injil Revolusi Warna. Sharp memiliki Albert Einstein Institution yang sebagian didanai oleh National Endowment for Democracy dan Open Society Foundation.
A.Mesir dan Tunisia
OPTOR! kemudian berevolusi di Musim Semi Arab, terutama di Mesir dan Tunisia dengan nama baru tetapi pola sama : CANVAS (Centre for Applied Nonviolent Action and Strategies), organisasi yang memiliki jaringan dengan Soros.
Tokoh dan skema yang terlibat dalam penggulingan Husni Mubarak terlihat dalam bagan di bawah ini.
[caption id="attachment_353343" align="aligncenter" width="300" caption="Skema jaringan Revolusi Warna di Mesir"]
[/caption]
B.Bersih 3.0 Malaysia
[caption id="attachment_353342" align="aligncenter" width="300" caption="Skema jaringan lembaga dan tokoh yang terlibat dalam Bersih 3.0"]
[/caption]
Gerakan Bersih 2.0 dan 3.0 tentu saja telah diakui didanai oleh Departemen Luar Negeri AS melalui National Endowment for Democracy (NED). Menurut laporan Insider Malaysia pada tanggal 27 Juni 2011, Tokoh Bersih Ambiga Sreenevassan mengakui Bersih menerima uang dari dua organisasi AS : National Democratic Institute (NDI) dan Open Society Institute (OSI) untuk melancarkan proyek-proyek lainnya, yang ia tekankan tidak berhubungan dengan aksi demomassa 9 Juli 2011.
SitusNDItahun 2011yangmenyebutkangerakanBersihMalaysia.
Konten tentang gerakan Bersih tersebut kini telah dihapus.
Gerakan Bersih di Malaysia ini berusaha mengembalikan Anwar Ibrahim ke tampuk kekuasaan. Paman Sam cukup memiliki alasan untuk menempatkan seorang globalis seperti Anwar Ibrahim, karena Amerika punya skenario menahan kepentingan China di Selat Malaka.
String of Pearls Scenario 2006. Sebuah rencana mengurung kepentingan-kepentingan Cina dengan melibatkan negara-negara yang bersahabat dengan Amerika, yang disusun oleh Strategis Studies Institue/SSI. (Sumber : http://www.strategicstudiesinstitute.army.mil/pubs/display.cfm?pubid=721)
Tidak hanya di Malaysia, NED juga bergerak di Thailand dan berhasil menciptakan kegaduhan politik yang sama-sama telah kita ketahui.
Menurut catatan Mark Weisbrot, dari Center for Economic and Policy Research (CEPR), NDI terlibat penggulingan Presiden Haiti yang terpilih secara demokratis, Jean-Bertrand Aristide. Terlibat pula dalam mendestabilisasi rejim Hugo Chavez di Venezuela dan terakhir kudeta di Honduras.
C.Reformasi Mei 98 dan Kejatuhan Soeharto
LSM atau kelompok sipil berperan besar dalam menjatuhkan Soeharto pada Mei 1998 lalu. Salah satu LSM yang menonjol di era tersebut yaitu YLBHI, dan TIFA Foundation. TIFA Foundation memperoleh dukungan dana dari George Soros dalam melancarkan gerakan Pro-Reformasi /Pro-Demokrasi.
D.Upaya Rusia Menjegal Politik Ornop
Juli tahun lalu, L.A Times mencoba memuat berita tentang diloloskannya Undang-undang baru Rusia, seperti dalam sebuah artikel yang berjudul, "Majlis Rendah Rusia Menyetujui pembatasan internet, media dan aktivis," menunjukkan bahwa pada kenyataannya UU baru tersebut menuntut transparansi LSM yang diduga secara "retoris" berusaha melemahkan Rusia atas nama masyarakat yang lebih "terbuka".
Gambar : Dari situs National Endowment for Democracy (NED) milik Deplu AS, Moscow Helsinki Group/MHG (terdaftar sebagai Moscow Group of Assistance in the Implementation of the Helsinki Accords) secara jelas terdata sebagai penerima dana dari Amerika Serikat. Pimpinan MHG percaya pengungkapan informasi ini secara terbuka pencatatan sebagai “LSM yang berfungsi sebagai Aset Asing,” adalah sangat tercela.
Kremlin menyatakan bahwa UU itu dipercaya dapat melindungi Rusia dari usaha-usaha fihak luar dalam mempengaruhi situasi politik domestik.
Rusia tampaknya bercermin kepada langkah terbaruMesirawal tahun lalu, dimana pemerintah Mesir, kemudian di bawahkendalikomandomiliter SCAF,mengusir ratusan karyawan LSM dan kemudian mendakwa 43 orangkarena 'menanamkan perbedaan pendapat danikut campurdalam kebijakandomestik' dalam awal kebangunan gerakanprotes Musim SemiArab(Arab Springs) diTahirSquare dantempat lain. Mereka yang diusir termasukwarga negaradari Amerika Serikat,Jerman,Norwegia,Serbia danYordania.Mesirkemudian memperingatkanLSM untuktidakbekerja di dalamnegara merekatanpa lisensikhusus.
Tidak heran apabila di banyak Negara kini ada pandangan bahwa menjamurnya LSM-LSM dan organisasi HAM sebagai potensi yang tidak diinginkan karena menjalankan mekanisme kerja rahasia di dalam tubuh organisasi mereka.
Rusia punya banyak alasan untuk bersikap sinis dalam persoalan ini, khususnya setelah pemilihan Presiden terakhir yang luasnya peliputan media asing dan pernyataan pedas datang dari Washington yang menuduh Partai Rusia Bersatu pimpinan Putin telah 'memperbaiki' hasil pemilu, termasuk pernyataan Hillary Clinton yang mengklaim bahwa Rusia membutuhkan 'reformasi demokrasi' dengan menyatakan pada saat itu, "Pemilih Rusia pantas melakukan penyelidikan penuh atas kecurangan dan manipulasi pemilu."
E.Mega Korporasi Dibalik Ornop
Apapun dalih dan koar-koar kampanye lembaga donor maupun ornop internasional tentang demokrasi, HAM, kesetaraan, hukum dan lainnya, mereka tetap tidak dapat lepas dari kepentingan para donaturnya. Para donatur inilah yang sebenarnya yang menjadi inti kepentingan dibalik program-program ornop dan lembaga-lembaga donor. Siapa pendonor itu? Silahkan amati bagan ini.
[caption id="attachment_353337" align="aligncenter" width="400" caption="Representasi visual dari National Endowment for Demokrasi dan hubungannya dengan perusahaan-perusahaan raksasa dalam jajaran Dewan Direksi NED. Jauh dari isu-isu "]
[/caption]
Kebohongan dan ketertutupan yang disengaja tersebut memungkinkan NEDdan setiap lembaga yang disebut LSM tidak hanya menumbangkan Rusia, tetapi negara-negara di seluruh dunia, membohongi orang-orang beritikad baik yang bergabung ke dalam dengan “perjuangan” mereka. Jika mereka – para aktivis demokrasi itu, mengetahui bahwa tokoh-tokoh oposisi Presiden Rusia Vladimir Putin terdiri dari organisasi yang sepenuhnya didanai, diarahkan, dan sering bepergian ke luar negeri untuk bertemu dengan DepLu AS, tentu mereka akan berpikir ulang untuk bergabung dengan gerakan “demokratisasi”. Para tokoh oposisi itu mampu membentuk opini anti-Putin yang cukup jelas dan solid, hingga agenda Barat hegemoni global sedikit demi sedikit tercapai.
NED telah gagal membuka keran informasi kepada publik tentang kepentingan dari para donaturnya, bukan isu-isu “demokrasi”, “HAM”, “supremasi sipil” dan lainnya. Inilah salah satu contoh dari kerja clandestine yang saya singgung di awal tulisan ini.
Jadi seindah apapun bungkus "isu demokrasi", "hak-hak sipil" yang digelontorkan LSM, toh mereka tetap membonceng kepentingan para pemodal yang ada dibelakangnya sebagai funding/donatur. Karena itula wajar jika kita lihat setiap fenomena penggulingan rejim yang disponsori LSM, maka rejim penggantinya selalu yang berorientasi Barat, Pro Pasar, dan over-welcome pada investasi asing/liberalisasi.
Next Bersambung ke : Modus Perang Ekonomi