Lihat ke Halaman Asli

Aras Atas

Penulis Muda

Berakal dan Berpikir dalam Pandangan Islam

Diperbarui: 2 Juli 2021   08:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berakal dan Berpikir dalam Pandangan Islam

Oleh: SIW

"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal". (Al-Imran (3):190).

Ke-Esa-an Allah dapat dilihat, dirasakan, diartikan lewat mekanimes alam semesta (sunnatullah). Membenarkan mekanisme alam ini adalah bentuk kekuasaan Allah adalah tanda orang yang menggunak akal (sehatnya), (Uulul Albab).

"Uulul Albab" kurang lebih 16 kali tersebutkan dengan jelas dalam Al Quran. Ibnu Katsir dalam Kitab Tafsirnya Halam 209-210 menjelaskan tentang ayat di atas. Bahwa pergantian siang dan malam sepanjang hari, bahkan sampai pada masa yang sudah ditentukan hari berhentinya pergantian siang dan malam, bahkan lama dan pendeknya waktu malam atau siang adalah ketetapan Allah Swt. 

Tetapi yang dapat menerima bahwa itu adalah sunnatullah adalah orang-orang yang 'akalnya bersih lagi sempurna', yang mengetahui hakikat banyak hal secara jelas dan nyata. Dan jelasnya orang yang akalnya bersih dan sempurna itu tidaklah tulis dan bisu. Ibnu Katsir menjelas bahwa orang-orang seperti ini terjalaskan dalam QS. Surat Yusur 105-106. (Cari sendiri ayatnya)

Baca juga: Mana yang Lebih Butuh Nasihat, Orang Bodoh atau Berakal?

Satu hal lagi, Persoalan Ber-Akal dan berpikir. Dalam Alquran kerap menyinggung keduanya. Dan baru-baru ini sedang heboh selembar kertas (sertifikat) akal sehat. Dagelan ini kemungkinan sedang menghibur kaum bar-bar bahwa dengan lembar kertas itu adalah penanda mereka berakal (sehat). Padahal QS tidak iyakan hal secaman ini maka dari itu saya anggap sertifikat itu degelan warung kopi semata.

Berakal dalam Quran diperuntukkan dalam hal menerima kebesaran Allah, ke Esa an Allah dan seluruh fenomena Allah di alam semesta ini hanya mampu ditangkap/diterima/dicerna dengan baik oleh orang-orang yang menggunakan akalnya (Uulul Albab). Bagaimana bisa orang yang tidak sama sekali percaya akan keEsaan Tuhan Allah disebut telah memaksimalkan akalnya dengan baik (berakal). 

Artinya jika belum bisa menerima KeEsa-an Tuhan Allah dapat diartikan bahwa ia belum berakal. Bahwa perihal menundukkan ego akal yang belum bisa menerima keesaan Tuhan Allah adalah bagian dari cara Berakal, tapi disitulah letak keimanan orang pada Tuhannya, ketika mampu mengerti kecerdasan akalnya tidak untuk meniadakan keEsaan Tuhan meski kadang kala masih terus berdialektika dalam pikirnya.

Belum lagi quran mempersoalkan bagaimana cara berpikir yang benar.
Dalam quran seruan ber-Akal dan Berpikir disebutkan kurang lebih 100 kali, saya mengutip beberapa ayat yang menyinggung persoalan tersebut.

"Sesungguhnya pada kejadian langit dan bumi; dan pertukaran malam dan siang; dan (pada) kapal-kapal yang belayar di laut dengan membawa benda-benda yang bermanfaat kepada manusia; demikian juga (pada) air hujan yang Allah turunkan dari langit lalu Allah hidupkan dengannya tumbuh-tumbuhan di bumi sesudah matinya, serta Ia biakkan padanya dari berbagai-bagai jenis binatang; demikian juga (pada) peredaran angin dan awan yang tunduk (kepada kuasa Allah) terapung-apung di antara langit dengan bumi; sesungguhnya ada tanda-tanda (yang membuktikan keesaan Allah, kekuasaanNya, kebijaksanaanNya, dan keluasan rahmatNya) bagi kaum yang menggunakan akal fikiran (liqaumiy ya'qiluun)". (Al-Baqarah 164).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline