Lihat ke Halaman Asli

Aras Atas

Penulis Muda

Visi dalam Kritik

Diperbarui: 8 Januari 2019   11:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

www.usgo.org

Tumpang Tindihnya Nalar Kebencian pada Rezim.

Saya percaya kebencian pada pemerintah yang sah bukan solusi perbaikan negeri ini. Saya juga tidak menolak masih banyaknya masalah yang tidak mampu disentuh langsung oleh pemerintah untuk diperbaiki. Negara harus hadir pada tiap masalah kebangsaan yang berhubungan langsung dengan hajat hidup rakyatnya.

Kesemuanya tidak harua dikalkulasikan dengan narasi kebencian pada pemerintah/rezim. Mengkritik pemerintah adalah keharusan, perlu digemakan pada tiap rezim yang sedang berkuasa agar mereka sadar ada banyak sisih kebangsaan uang mesti dibenahi. Tapi benci pemrintah tidaklah sama dengan narasi kritik karena dasar kecintaan pada segenap bangsa. Kritik karena dasar cinta pada segebap bangsa akan tercakup visi dalam narasi kritisnya, ia pun akan konsisten pada rezim mana pun, karena nilai kritisnya terfokus pada masalah bukan pada pelaksana.

Akan sangat berbeda jika kritik lahir karena kebencian, apa lahi latar dari itu dendam politik sebelum yang penuh kompetisi. Orang yang dihantui kebencina tidak akan temukan visi dalam narasi kritisnya. Karena dia hanya fokus pada siapa pelaksanannya. Satu dekade terakhir ini sikap kritia anak bang ini cenderung pada kebencian uang akut, ada visi lain yang membebani mereka, pembelaannya tetep pada kepentingan umat, tapi rasa tidak percaya pada pelaksana cukup tinggu dengan waktu yang bersamaan mereka ini juga sedang tidak berdaya hanya terjebak pada imajinasinya bahwa mereka kelak menjadi rezim akan mempu mengejawantahkan mimpi-mimpi. Sungguh itu mimpi yang buruk.

Seperi kritikan pada sistem demokrasi, program pembangunan jangka menengah, semua dikalkulasikannya dengan nada marah dan benci. Ada tiga jalur ketimpangan yang terjadi belakangan ini, semua terlihat aneh bagi bagi saya.

Domokrasi Haram, apapun dalih atau bahkan dalilnya Demokrasi itu haram total. Tidak ada tawar menawar lagi soal ini. Kacaunya orang-orang ini subur dan bebas merdeka di nagara yang menganut Demokrasi. Siappun penguasanya akan menjadi sasaran nalar kritis mereka yang tak seimbang itu.

Ada lagi satu gank yang cukup kentara membenci penguasa. Bahasa hidupnya seperti sudah mewakafkan untuk mengkritis apapun kebijakan rezim, hingga tiada cara lain memupuk dan memupuk nalar kritisnya adalah cara menjaga konsistensinya sebagai pengkritik. Mereka ini tidak benci Demokrasi, tapi tidak juga menguntungkan mereka. Apa mau dikata memang begitu adanya.

Ada lagi, mereka yang memang mendukung demokrasi, tapi sikapnya tidak beda jauh dengan kelompok kedua. Kadang juga merasa risih dengan adanya kelompok pertama. Tidak perlua dijelaskan bagaimana nalar keritik mereka, baca lagi kelompok kedua.

Dalam satu momentum ini mereka bersepakat berjuang bersama, entah bagaimana nantinya, kue kemenangan akan dibagi-bagi macam apa masih sulit sekali diterka. Tapi mereka sudah bersepakat menantang rezim, merebut kekuasaan lewat sistem demokrasi ini meski kadang kelompok pertama suka tidak suka dengan demokrasi tohk mereka ikut juga.

Mereka sedang mati matian sodara, meraih kemenangan. Jika menang (ini masih hayalan saya) apa kira rupanya sistem yang akan digunakan? Kerja untuk menang sama-sama menanam saham, mau suka dan tidak suka pada demokrasi. Dan akhirnya nalar saya kacau mencerna ini. Ah biarlah tunggu hasil saja.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline