Lihat ke Halaman Asli

Diajeng Ashkia

Mahasiswa Ilmu Politik

Bias Gender dalam Ranah Kekerasan Seksual

Diperbarui: 19 Mei 2022   19:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Budaya patriarki seringkali memandang perempuan sebagai gender inferior, lebih lemah, atau bahkan sumber dari segala kejahatan atau dosa. Alhasil, dari generasi ke generasi, gender perempuan seringkali tidak diakui kemampuannya maupun keberadaannya; dengan dibatasi aksesnya terhadap hak-hak dasar, seperti akses terhadap bidang ekonomi, pendidikan, sosial, politik, dsb. 

Keadaan ini pun memicu munculnya gerakan perempuan barat dalam menuntut hak dan kesetaraan dalam bidang ekonomi dan politik, yang disebut juga dengan gerakan feminisme. 

Meski awal mula terlahirnya gerakan feminisme adalah untuk mengangkat harkat dan martabat perempuan, akan tetapi pada dasarnya, gerakan tersebut nyatanya bertujuan untuk memperjuangkan terciptanya kesetaraan gender.

Pada dasarnya, semua orang sepakat bahwa perempuan dan laki-laki berbeda. Dalam hal ini, gender lebih ditekankan pada perbedaan peranan dan fungsi yang ada dan berkembang di masyarakat. 

Dalam realitas kehidupan telah terjadi perbedaan peran sosial laki-laki dan perempuan yang melahirkan perbedaan status sosial di masyarakat, di mana laki-laki lebih diunggulkan dari perempuan konstruksi sosial. 

Adanya pengklasifikasian antara peran gender pun mengantarkan kita kepada terbentuknya bias gender. 

Bias gender hadir dan berakar dari adanya penggeneralisasian peran gender pada tahap dimana penggeneralisasian tersebut condong kepada pemahaman budaya patriarki, yang memandang perempuan sebagai gender yang less dominant maupun subordinat, 

dan laki-laki sebagai gender yang lebih superior atau sebagai gender yang memegang kekuasaan yang lebih besar serta dapat bersifat mendominasi terhadap perempuan.

Maka, dari adanya eksistensi bias gender yang memandang bahwa laki-laki merupakan gender yang lebih kuat, dominan, maupun superior, dan vice versa, perempuan lebih lemah dan inferior, pada kasus-kasus kekerasan seksual, gender laki-laki seringkali dinilai sebelah mata oleh masyarakat. 

Dikarenakan penggeneralisasian tersebut, korban-korban kekerasan seksual dengan gender laki-laki tak jarang mengalami pembungkaman suara, baik oleh keluarga, kerabat, instansi (kepolisian), dsb. ketika korban tersebut membuat laporan atas adanya tindakan kekerasan seksual. 

Fenomena tersebut terjadi karena adanya bias gender terhadap gender laki-laki yang secara sosial dituntut dan dipandang sebagai gender yang "seharusnya" mampu "melindungi" diri sendiri. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline