Lihat ke Halaman Asli

Diah Wati

Mahasiswa Ekonomi Pembangunan Universitas Jember

Vital Tapi Tidak Viral: Inklusi Keuangan dan Stabilitas Keuangan di Indonesia

Diperbarui: 3 November 2024   11:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: OJK,2024

Mengenal Inklusi Keuangan dan Stabilitas Sistem Keuangan

Inklusi keuangan dan stabilitas sistem keuangan adalah dua pilar penting dalam pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. Inklusi keuangan adalah aksesibilitas masyarakat terhadap layanan keuangan, termasuk bank, asuransi, dan investasi, yang memungkinkan masyarakat untuk terlibat aktif dalam kegiatan ekonomi. Bank Indonesia (2024) menjelaskan bahwa inklusi keuangan menciptakan ekosistem keuangan yang lebih stabil dengan memperluas partisipasi keuangan dan mengurangi ketimpangan akses layanan keuangan di masyarakat. Di sisi lain, stabilitas sistem keuangan adalah kondisi di mana sistem keuangan mampu berfungsi secara efektif dan tahan terhadap berbagai guncangan ekonomi, yang dapat membantu mencegah terjadinya krisis keuangan

Bagaimana Inklusi Keuangan Mendukung Stabilitas Keuangan?

Inklusi keuangan memainkan peran penting dalam memperkuat stabilitas sistem keuangan dengan meningkatkan tabungan dan investasi domestik. Ketika lebih banyak orang memiliki akses ke produk keuangan formal, mereka lebih terdorong untuk menabung dan mengelola risiko keuangan mereka dengan lebih baik. Bank Indonesia (2024) mencatat bahwa peningkatan inklusi keuangan dapat mengurangi ketergantungan pada layanan keuangan informal, yang rentan terhadap risiko tinggi. Dengan lebih banyak tabungan di dalam negeri, bank dan lembaga keuangan lainnya dapat memperluas kredit bagi usaha kecil dan menengah (UKM), yang pada akhirnya akan meningkatkan stabilitas ekonomi secara keseluruhan.

Sebagai contoh, penelitian menunjukkan bahwa negara-negara dengan tingkat inklusi keuangan yang tinggi seperti Korea Selatan dan Jepang, memiliki ketahanan sistem keuangan yang lebih baik karena dana domestik yang kuat. Tingkat partisipasi keuangan yang tinggi juga membantu mendistribusikan risiko secara lebih merata, sehingga ekonomi lebih siap menghadapi perubahan global. Di Indonesia, kemajuan inklusi keuangan tercermin dalam peningkatan jumlah masyarakat yang memiliki rekening bank, meskipun masih ada tantangan yang perlu diatasi terkait kesenjangan akses layanan keuangan antara daerah perkotaan dan pedesaan (Bank Indonesia, 2024)

Kondisi Inklusi Keuangan di Indonesia

Di Indonesia, tingkat inklusi keuangan terus meningkat dengan adanya berbagai inisiatif yang didorong pemerintah dan Bank Indonesia, salah satunya adalah Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS). Pada 2024, implementasi QRIS memungkinkan masyarakat melakukan transaksi keuangan digital dengan lebih mudah. Namun, masih terdapat kesenjangan yang signifikan antara penduduk di daerah perkotaan dan pedesaan serta kesenjangan gender. Data dari Kementerian Keuangan (2024) menunjukkan bahwa hanya 37,5% perempuan Indonesia yang memiliki rekening bank, dan proporsi ini lebih rendah dibandingkan dengan kelompok laki-laki

Selain itu, di antara kelompok masyarakat berpenghasilan rendah, hanya 22,2% yang memiliki akses terhadap layanan perbankan formal. Situasi ini menunjukkan adanya tantangan dalam mewujudkan inklusi keuangan yang merata di Indonesia, terutama di daerah terpencil dan bagi kelompok rentan. Namun, Indonesia tetap berkomitmen untuk mencapai target 90% inklusi keuangan pada 2024 melalui berbagai program edukasi keuangan, pengembangan infrastruktur keuangan digital, dan peningkatan akses terhadap kredit bagi usaha kecil dan mikro (Bank Indonesia, 2024)

Upaya Pemerintah dalam Mendorong Inklusi Keuangan

Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) berkaitan erat dengan peningkatan inklusi keuangan di Indonesia. Akses yang lebih luas terhadap layanan keuangan memungkinkan masyarakat untuk lebih mudah menabung dan mengelola risiko, yang pada gilirannya memperkuat stabilitas sistem keuangan. Namun, SSK menghadapi tantangan, termasuk krisis likuiditas dan risiko keamanan siber yang meningkat akibat digitalisasi, seperti penggunaan QRIS. Teknologi ini, meskipun memperluas akses, juga membutuhkan pengawasan ketat dan keamanan yang baik demi menjaga kepercayaan masyarakat (Bank Indonesia, 2024).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline