Oleh Diah Trisnamayanti
Ketua PSSI Erick Tohir memperlihatkan taringnya dalam mengatur sepakbola Indonesia. Selain mencoba mendapatkan hati rakyat lewat penyelenggaraan sepakbola berkelas dunia di hadapan rakyat Indonesia. Beliau juga menggandeng Kapolri Jendral Sigit untuk memberantas oknum pengaturan skor (Judi) dalam Liga Sepakbola Indonesia agar mati kutu.
Kalau diperhatikan kepiawaian Erick Tohir dalam hal melobi gak kaleng-kaleng, Squad Argentina meski tidak dengan Messy dan top scorer lain; rakyat Indonesia yang berharap sepakbola Indonesia maju bisa melihat langsung permainan Pemenang Sepak Bola Dunia tahun lalu. Bahkan bertarung dengan squad Timnas Garuda Indonesia yang mampu menahan hanya dengan 2 gol bersarang di gawang Indonesia. Tak berbeda ketika Squad Argentina menang dengan Australia waktu itu. Rakyat Indonesia menilai, ternyata squad Indonesia sekuat Australia; hanya faktor "lucky" yang mungkin belum hadir.
Semua itu dilakukan Erick ketika gagal menyelenggarakan Piala Dunia Sepak Bola U-20 dan banyak pecinta sepak bola berspekulasi miring terhadap orang-orang yang menggunakan Sepak Bola untuk kendaraan Politiknya di tahun depan. Perjalanan U-20 juga dapat terlihat dengan berhasil memenangkan Piala Sea games setelahnya.
Kali ini Gerbong PSSI U-17 juga menjadi ajang jualan Sang Menteri BUMN yang sudah malang melintang di dunia pesepakbolaan dengan membeli klub Intermilan kala itu sebelum dipanggil Pak Jokowi untuk mengabdi pada tanah air Indonesia. Prosesnya U-17 kita mungkin belum sematang kakak-kakaknya di U-20. Di babak kualifikasi awal, mereka kalah dengan squad Malaysia. Tiba-tiba diinformasikan bahwa Indonesia ditunjuk FIFA sebagai negara penyelenggara kegiatan Piala Dunia U-17 menggantikan Peru. Otomatis squad Garuda U-17 pun akan berlenggang ke kompetisi berikutnya. Apakah hanya sampai di situ peran U-17?
Sudah pasti Erick dan Bima Sakti harus menyatukan persepsi kemenangan. Strategi Bima Sakti pasti berbeda dengan Shin Taeyong. U-20 masih memiliki Elkan Baggot, Arhan, Ferari dan Marcelino sebagai motor rekan-rekannya. Sementara U-17 sepertinya harus mengandalkan muka-muka baru yang murni pemain Indonesia dan beberapa diaspora yang ternyata banyak menyebar dan belajar sepakbola di Eropa sampai ke Amerika seperti Rossoul Camara, Welber Jardim, Lionel Sinathrya, Dafda Zhafran, Mahesa Ekayanto. Who knows? Akan kah permainan U-17 semenarik gerbong U-20?
Dalam penyelenggaraan Piala Dunia U-17 di Indonesia, Timnas Indonesia adalah salah satunya peserta Asia Tenggara yang diberikan Pass Ticket oleh FiFA. Bisa jadi itulah penyebab Vietnam memberikan pernyataan satire tentang Indonesia yang menjadi satu-satunya wakil Asia Tenggara kali ini. Apapun itu, Squad Indonesia dibawah kendali Bima Sakti memang harus membuktikan diri mempunyai strategi dan taktik yang bukan asal gerudug tim lawan. Kecerdasan pemain lini belakang yang harus memperta-hankan gawang dengan lini tengah dan lini depan bekerjasama dengan naluri profesional dan skill pemain dunia. Pemain asli In-donesia terkadang memang kecil-kecil dan tangguh, tetapi tidak menutup kemungkinan khayalan bisa menjadi nyata "kelincahan sang kancil" menerobos gawang lawan memang yang ditunggu.
Lawan-lawan dari Asia Timur, Barat sampai Eropa, Amerika, Afrika, dan Autralia bukan lawan yang mudah ditaklukan. Mereka orang-orang yang punya konsentrasi dan daya juang yang tinggi. Belum lagi strategi mereka menarik untuk diperhatikan, umpan bola kaki dan lambung yang selalu tepat serta akurat menjadi anti-sipasi Bima Sakti untuk mengolah asa mereka; serangan balik yang kuat, kekuatan tendangan striker pun perlu diantisipasi oleh pemain-pemain kita. Jangan salah pertahanan bek belakang mereka selalu juara serta efek psikologis menekan lawan dan mem-provokasi adalah trik lain yang memang perlu hati-hati disampaikan kepada pemain. Kekompakan antar pemain pun perlu dibim-bing agar mampu menghasilkan kerjasama apik untuk menyentil satire tentang squad Indonesia U-17 ini.
Ada baiknya bila Shin Taeyong membantu membangun strategi bertahan dan menyerang tim Garuda U-17 ini. Menang atau kalah; seperti yang dilakukan Bima Sakti sebelumnya, serahkan pada Tuhan (Allah S.W.T). Sementara penonton cukup menikmati dan belajar mengkritik yang membangun agar squad-squad Indonesia benar-benar menghargai kerja keras mereka sendiri dan berse-mangat dalam setiap pertandingan. Itu yang ingin dilihat penonton, kan?.
Sementara Erick Tohir dan Panitia dalam PSSI berikan pelayanan kelas dunia. Setidaknya FIFA tahu Indonesia dapat menyeleng-garakan se-profesional negara lain. Penjadwalan kegiatan bentrok dengan konser musik Coldplay; setidaknya masih ada Stadion besar yang sudah baik seperti di Solo dan Bali, penggunaan di sana membuat peserta senang juga bereksplorasi dengan pariwisata.
Titip pesan ya Pak Erick Tohir, Kios-kios penjual makanan dan atribut piala dunia jangan terlalu mahal. Antisipasi penjual menjual produknya terlalu tinggi. Mentang-mentang ajang Piala Dunia, penonton ditabok dengan harga selangit hanya untuk beli jersey tim yang dijagokan. Salam Sepak Bola!!Semangat.. semangat...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H