Lihat ke Halaman Asli

Diah Trisnamayanti

Pengajar, Ibu rumah tangga, Penulis

Celotehan Warga tentang Kenaikan Harga Elpiji di Negeri Dongeng

Diperbarui: 4 Januari 2022   20:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dok. pribadi. gas yang dijual di warung sembako 

Oleh Diah Trisnamayanti

Sepertinya belum habis berita terkait kenaikan elpiji nonsubsidi di bulan kemarin, berlajut hingga bulan ini. Dampaknya awal tahun 2022 yang baru menapak 4 hari setelah pergantian tahun Masehi, banyak industri rumahan mematok harga dagangannya lebih tinggi. 

Suara ini muncul karena tiap Sabtu pagi sampai dengan siang, di negeri dongeng muncul pasar kaget. Pedagangnya adalah pedagang dari industri rumahan (UMKM).

Ibu-ibu pedagang kecil itu kadang mampir di warung dekat rumah. Berita gas naik menyebar dari sana juga. Ya, biasa. Dari tahun ke tahun seperti itu. "Harga gas nonsubsidi sudah naik sebelum masuk bulan Desember." Begitu celotehan awal terungkap. Kenaikan yang dilansir sebuah media, jelas menyebarkan asumsi "jelang hari raya pasti naik"

Pilihan ibu rumah tangga, "gas" pasti dibeli! Pemakaian yang semula tiap hari, mungkin harus diirit sesuai kebutuhan saja. Artinya kalau harus membuat sajian makanan untuk keluarga, ya hitungannya memasak makanan yang bisa bertahan 3 hari agar tidak terlalu banyak menggunakan gas elpiji. Sampai kepikiran hal seperti ini loh! Warga negeri dongeng hehehe.

Diskusi tentang hal itu di negeri dongeng, wajar jika pemerintah menaikkan harga elpiji. Ada yang membantu warga memahami mengapa elpiji nonsubsidi harus naik tiba-tiba. Menurutnya wajar karena parameter harga bukan hanya bicara hal dalam negeri tetapi luar negeri menjadi bahan pertimbangan untuk mengambil kebijakan ini. Pemerintah mungkin punya dilema tersendiri yang tidak diketahui rakyat.

Tapi bicara soal kenaikan harga elpiji, posisi sebagai istri yang mengurus bayaran ini dan itu. Lumayan buat pusing juga. Kadang beneran bobol dompet bulanan. Harus pinjam sana-sini jika pada bulan hari raya semua naik secara mendadak, sementara gaji tidak naik bulan itu artinya ya sama seperti bulan-bulan yang bukan hari raya. Pokoknya benar-benar ikat pinggang sekencang-kencangnya sampai ciut. Gimana rakyat yang tidak punya gaji ya? Pikiran nakal  melayang-layang, semoga tergantikan di bulan berikutnya. Ketemu struk gajian bulan baru, sama saja. Coba mencubit diri sendiri, siapa tahu masih bermimpi. 

"Maunya sih, tidak ada kenaikan. Harapannya kalau pun harus naik, tidak harus semua naik; bahan pokok naik, gas naik, minyak goreng naik, cabe timun naik juga. Sementara yang tidak naik "Garam" dan "terasi"saja" coleteh seorang warga pada kawannya.

"Haruskah makan hanya pakai Garam, nasi dan terasi? Seperti yang dirasakan masa muda ibu saya di tahun 1950an. Serasa miskin mendadak. Ga! Tidak seperti itu juga. Ya disikapi dengan manis saja seperti biasa dan anggap seperti tidak terjadi apa-apa. Mau protes, bukannya ada solusi malah bisa viral tingkat dewa. Yang untung ya yang ada di balik ini semua. Bisa beli, ya dibeli. Tidak mampu beli ya sudah pakai listrik masaknya. Sustainable bahasa kerennya. Rakyat Indonesia memang rakyat yang sutainable tingkat keren" celotehan warga lain menenangkan.

Kalau Listrik ikutan naik. Anggap saja, kita sedang berada di dunia dongeng. Sebentar lagi terbangun dari mimpi dan walahhh semua kembali seperti semula. Tak berbebani dan mampu kontrol diri. Lah kan kita hidup di negeri dongeng. Ya begitulah yang terjadi anggap saja semua hanya cerita belaka. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline