Oleh Diah Trisnamayanti, S.S.
Cuaca ekstrim sudah diketahui banyak orang setelah Revolusi Industri berlangsung, dengan salah satu penyebabnya yakni efek rumah kaca. Dilansir dari Paris Agreement hal ini berakibat pada terjadinya emisi karbon yang tinggi dan berpotensi merusak permukaan ozon. Penyataan inilah yang akhirnya mampu menguatkan kebijakan bagi seluruh negara maju dan berkembang agar dapat mengurangi emisi karbon di negaranya masing-masing, termasuk di negara-negara Asia. Sejak saat itu pula, para pemerhati lingkungan menyampaikan saran dan pendapatnya melalui berbagai penelitian yang diupayakan agar bisa mengatasi emisi karbon ini contohnya penelitian yang dilakukan World Resources Institute. Di tahun 2017, World Resources Institute menunjukkan bahwa sejak tahun 2000 ada 21 negara berkembang yang tercatat telah mampu mengurangi emisi karbon tahunannya, tidak terkecuali Indonesia sebagai negara di Asia Tenggara yang menyumbang emisi karbon tinggi dengan penebangan hutan dan kebakaran hutan gambut.
Dalam upaya menurunkan angka emisi karbon yang tinggi, Indonesia juga mulai memperbaiki permasalahannya dengan menerbitkan komitmen pemerintah terkait pengembangan energi terbarukan demi mencapai Net-Zero Emission. Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (PUSHELP) menyatakan bahwa pemerintah Indonesia berupaya keras mewujudkan salah satu dari sejumlah agenda Net-Zero Emission melalui pengembangan biofuel, industri baterai lithium, dan kendaraan listrik di masa depan.
Selain mampu mengurangi peran dari bahan bakar fosil belakangan ini, biofuel juga sudah pasti dapat mengurangi emisi karbon di wilayah Indonesia. Bioethanol, biodiesel, dan biogas merupakan jenis biofuel yang pada dasarnya berasal dari daur ulang sampah organik, limbah hewan dan susu, bahkan limbah manusia yang kemudian dibusukan untuk menjadi biogas. Karenanya, jenis biofuel ini perlu dikembangkan untuk mengurangi persentase sampah juga limbah, serta memenuhi kebutuhan rumahtangga.
Melalui pengolahan anaerobic digestion, berbagai jenis limbah tersebut mampu menghasilkan gas metana dan karbondioksida. Biogas yang dihasilkan dapat digunakan untuk menjalankan transportasi, memasak maupun sebagai pembangkit listrik. Hal ini sudah diuji oleh Institute Pertanian Bogor melalui alat transportasi dengan menggunakan biofuel di wilayah Bogor, juga di desa Cabbeng Bone Sulawesi Selatan, dimana warganya dapat memasak selama 8 jam hanya dengan menggunakan limbah dua hewan ternak saja. Di desa Penyabangan Bali, 44 warganya sudah beralih menggunakan biogas dan beberapa daerah lainnya merupakan bukti nyata bahwa masyarakat telah menyambut baik upaya peralihan ini.
Langkah berikutnya yang ditunggu oleh masyarakat, tentu saja penyebaran biogas ke rumah-rumah dengan harga terjangkau sebagai bahan bakar pengolah makanan dan pembangkit listrik; akan lebih menyenangkan apabila ada label gratis.
Bagaimana biogas dapat disalurkan ke rumah? Sebuah study yang dipelopori kota Toronto, Amerika Serikat terkait biogas, digambarkan dalam diagram yang secara positif dapat diadopsi untuk dilaksanakan di kota/ kabupaten di Indonesia, sehingga target Net-Zero Emission dari kadar CO2 sekitar 314 -398 juta ton di tahun 2030 nanti dapat tercapai;
Skema diagram manajemen pengolahan ini cukup jelas menggambarkan langkah yang akan digarap oleh pemerintah atau pihak swasta yang akan menginvestasikan dana untuk pengembangan energi terbarukan dari limbah organik, limbah hewan bahkan limbah manusia agar dapat didaur ulang menjadi biofuel yang dapat disalurkan ke tiap rumah di wilayah tersebut.
Dikutip dari artikel 'Gunakan Jaringan Gas Rumah Tangga, Cukup Bayar Rp 50.000 Perbulan' pada laman Kompas.com, rata-rata kebutuhan gas dan listrik untuk kegiatan rumah tangga dalam penggunaan 10 sampai 12 meter kubik, diperkirakan dapat menyentuh Rp 50.000 per bulan. Bayangkan jika berinvestasi pada pengembangan energi terbarukan dari biogas ini selain mendapatkan keuntungan cuan, pengusaha memiliki peran dalam membantu pemerintah mencapai Net-Zero Emission yang dapat menjaga kesehatan manusia dan lingkungan. Wajah ibu-ibu pun akhirnya tersenyum jika harga batas minimum dan maksimum yang ditetapkan lebih rendah untuk biogas ini.
---DT/OKT-GR---