Mata gadis lulusan SMA itu terlihat sembab. Tangan yang tadinya dingin kini mulai menghangat. Namun urai hasil SBMPTN mengurai tangisnya yang belum jua berhenti.
"Aku ga lolos SBMPTN," terdengar lirih suaranya ditelan isak tangis dan pundak yang pelan berguncang. "Aku ga mau jurusan lain. Pokoknya aku mau jurusan psikologi."
Hai, hai, Hai...
Weeee! Udah lama ya saya tidak menyapa, Kawan. Wah, gimana? Masih pada rajin dan bersemangat, bukan? Baikla, sudah saatnya yang jauh mendekat, yang dekat merapat. Siapa tahu yang akan Anda baca ini bermanfaat.
Wokay. Langsung saja, ya.
Pernahkah kita menghadapi kisah seperti lead saya di atas? Kisah tentang anak-anak yang gagal dalam mencapai targetnya. Lantas dilanjutkan dengan rengekan tak mau melanjutkan lagi proses perjuangannya.
Atau kisah tentang seorang anak kecil yang menangis karena gagal mendapatkan hadiah yang sama seperti temannya dalam sebuah ajang lomba?
Apa yang terjadi dengan anak-anak tersebut? Terlalu manja? Atau kurang disiplin? Atau jejangan ada pola pengasuhan yang salah semenjak bayi?
Yuk kita sekilidi alias selidiki apa yang ada pada otak dalam tempurung kelapa kepala kita. Jenk jenk jenk...
Pada usia sekitar 5 tahun, anak-anak cenderung berlatih bergumul dengan pengenalan emosi mereka. Termasuk dengan segala peraturan yang berlaku di sekitar mereka.