"Masak dia itu sudah terlalu banyak nonton yang porno-porno, gitu lho Miss, saya sudah marahin dia. Tapi duuuh, malah jadinya saya stres sendiri. Anaknya tuh ngeyel trus sekarang suka bohong."
Ya, begitulah salah satu keluhan yang mampir di meja saya siang itu. Keluhan seorang ibu yang merasa prihatin pada kondisi anak remajanya yang kini menginjak usia 15 tahun.
Ia bercerita tentang betapa si buah hati yang baru ranum-ranumnya itu. Kesah ibu tersebut hanya satu dari sekian banyak rentetan kasus kebingungan orang tua untuk mendidik anak-anak remajanya.
Maraknya kasus pelecehan seksual dan atau perkosaan pada anak-anak memunculkan satu fenomena tersendiri di masyarakat. Kembali, dunia parenting menjadi sorotan publik.
Baca juga : 3 Cara yang Dilakukan Orang Tua untuk Mencegah "Sexual Abuse" pada Anak
Tiga sokoguru pendidikan mendapat highlight khusus atas kasus tersebut. Bagaimana sebuah stigma sosial yang menempel sebagai paradigma masyarakat tentang pendidikan seks mulai bergeser.
Apakah budaya akan bergeser? Let us see...
Kerentanan anak-anak jatuh dalam dunia seks bebas selama ini menjadi kekuatiran semua pihak. Tentu saja, Anda dan saya pun ikut terlibat dalam keresahan sosial ini.
Paradigma inilah yang kemudian memunculkan stigmatisasi di masyarakat bahwa seks itu tabu untuk dibincangkan.
Misalkan saja, membicarakan seks kepada anak berusia 9-10 tahun adalah hal yang dianggap tabu. Akan muncul pemikiran seperti,'Mereka tahu apa? Jejangan, nanti mereka malah berpikir yang salah, lalu melakukan seks bebas, lalu begini, lalu begitu...