Satu lagi genderang cecuitan media sosial begitu memekakkan telinga. Terdengar lantang suara civitas akademika Solo.
Ya, tepat hari Minggu, 24 Oktober 2021 tepatnya pukul 22:40 WIB kabar duka berduyun di langit edukasi anak bangsa. Salah satu mahasiswa D4 Prodi K3 Universitas Sebelas Maret Surakarta dinyatakan meninggal dunia.
Tentu saja, peristiwa tersebut mengejutkan kami, warga Solo. Pasalnya, Gilang Endi (GE) meninggal tatkala mengikuti Diklatsar yang diadakan di area sekitar lingkungan kampus dari tanggal 23-31 Oktober 2021.
Sempat saya mengernyitkan dahi ketika mengetahui UKM yang mengadakannya. Resimen Mahasiswa. Waw.... Ini ada yang janggal, menurut saya.
Masih gandang dalam ingatan saya, bagaimana para mahasiswa menentang dengan tegas hadirnya atmosfer militer di lingkungan kampus. Terlepas apakah dengan tendensi pengembangan mental berdisiplin ataukah sebagai tindak nyata aksi bela negara.
Beberapa kelembagaan organisasi mahasiswa pun terpecah menjadi dua suara. Masih setuju atau menolak keberadaan Menwa yang dianggap tidak relevan lagi seusai lengsernya oligark penguasa 32 tahun otoritas negri.
Pasca runtuhnya rezim Orde Baru, banyak studi maupun simposium bersifat dialog refleksi digelar. Tujuannya, menyatukan gerak dan rumusan urgensi sistem militerisme di langit edukasi.
Jelas kromosom militerisme sudah tidak relevan lagi. Sudah barang tentu di kota kami tercinta pun tak kalah gencar mengalirkan dukungan untuk gerakan penonaktifan Menwa di Surakarta.
Untuk menanggulangi dualisme opini di beberapa wilayah negri, maka diterbitkanlah SKB Tiga Menteri Nomor KB/14/M/X/2000.
Surat Keputusan tersebut bertujuan untuk meredam beragam gejolak yang kala itu muncul, dimana gerakan Resimen Mahasiswa dinilai semakin cenderung berkiblat pada TNI. Bukan seperti marwahnya, berada di bawah pembinaan institusi perguruan tinggi.