Bulan Oktober memang saya maknai berbeda dari bulan yang lain. Istimewa? Tentu saja.
Bulan ini merupakan bulan kesehatan mental. Sebagai satu dari jutaaan orang yang peduli dengan pertumbuhan dan perkembangan kesehatan mental tentu saja, saya sangat menyambut bulan ini dengan merayakannya melalui beragam cara.
Selain itu, di tahun inilah saya kembali merasakan sentuhan sahabat menjalari naluri saya. Bagai sinar mentari di musim gugur. Hangat, meski angin kencang menerpa.
Pasca meninggalnya Mami, saya benar-benar berada di sebuah masa "gelap". Menerima sebuah kehilangan bukan hal yang mudah. Terlebih terpisah dari pribadi yang sempat begitu mesra. Rest in love, Mom...
"Bang, hari ini ulang tahunku," dengan gemetar saya menuliskan pesan itu pada Bang Jack.
Tentu saja. Setelah 4 tahun Mami meninggal, saya tidak ingin seorang pun mengucapkannya. Akan menimbun rasa pahit tatkala harus memutar memori. Saat tangan Mami tertumpang di atas kepala, memberkati dengan doanya di setiap hari lahir saya. Akan hadir kembali rasa mesra yang hilang itu.
Tahun ini, dengan segala keberanian yang muncul begitu saja akhirnya pintu self esteem yang telah saya lama saya tutup, saya buka kembali.
Dan dengan segera membludaklah pesan singkat dari kawan maya yang terekam sebagai saudara dalam benak saya.
Dijembatani percik algoritma, segala doa terbaik yang dulu hanya diurai oleh Mami saya, kini mewujud dari setiap ujar kawan-kawan WAG di gang yang dipenuhi oleh pribadi-pribadi kentir nan bersahaja. Well, awal bulan yang memesona.
Belum pudar dopamin, oksitosin dan serotonin bekerja awut-awutan dalam cortex, hadir pula sentuhan puisi dari 3 sahabat saya, Bang Jack, Ari Budiyanti, dan Mas Han (terima kasih saya tiada berhingga).