Lihat ke Halaman Asli

Ayu Diahastuti

TERVERIFIKASI

an ordinary people

Pada Suatu Ketika

Diperbarui: 16 November 2020   08:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

kaki mt. Merbabu | dokpri

"Tiba saatnya, menyelesaikan semua sendiri. Merasakan semua sendiri. Bermain sendiri, jatuh, menangis, berkawan sepi," begitulah ujar Sang Empu

Lanjutnya, "Mendengarkan keagungan suara sunyi, menelusup ke dalam tungku panas bumi, menjelajah ruang tiada bertepi

Menempuh batasan logika yang tiada pernah mengerti apa arti sudah. Semua hanyalah hampir yang tiada pernah usai. Meski mimpi menggerus legam malam berganti siang, pula kemuliaan terang berganti malam

Bintang itu tumbuh bukan dari ufuk timur, perjalanannya menuju ke arah timur. Penjuru bukanlah mata angin, sebab angin telah berganti arah

Tanah merekah bergetar, layaknya perempuan sakit beranak. Memindahkan gunung yang berjajar bagai pagar, menggeser bukit penghias bawana

Air samudra bergejolak, beranjak menuju daratan yang terpisah darinya sejak terang terpisah dari gelap. Air berputar, tersesat dalam pusaran yang dalam, pada lubang tiada tepi, pada palung tiada dasar,"

Empu melihat cahaya di langit. Adalah kilat menyambar, hebat, lalu turun ke bumi. Sementara anak-anak manusia bergumam dalam tanya tanpa jawab, sembari memuja, "mengagumkan," katanya

Empu sendirian menakar, menghitung, mengatur, mereka-reka, berperkara dengan kemungkinan masa lampau, dibalik jubah pengetahuan dan wahyu

Akal berdalih, logika beracara, sampar masih merajalela. Empu mengeja tanda dalam sapa amanah dalam amarah semesta.

*Solo...sedang menikmati perkamen tua, bahwa tiada yang baru di bawah matahari, segalanya berulang




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline