Nak, ini surat dari ibumu. Bacalah, karena kutulis khusus untuk dirimu, jiwa yang kusayang meski bukan milikku.
Nak, aku rindu pada gadisku, yang dulu hidup dalam rahim pemberian Sang Khalikku.
Ya, aku mengandungmu sesuai titahNya, membawamu kemana pun aku pergi. Dimanapun aku berada, di situ kau pun selalu kubawa serta.
Sembilan bulan lebih beberapa hari aku mengandungmu. Sembilan bulan pula aku mengajarimu untuk berkata-kata dan meraba dunia, hingga kulihat kau berani melepas peganganku dan mulai berjalan. Ya, sembilan bulan yang menakjubkan.
Saat senyummu kau ulas, dan gigi pertamamu bisa dihitung dengan jari, kau mengunyah segala suapku. Ya, senyum yang selalu akan kuingat sepanjang hayatku.
Lalu kau tumbuh, menjadi gadisku yang tangguh. Kita berdebat, namun di mataku kau tetap hebat. Aku membelamu ketika mereka menyalahkan kebenaran yang kau utarakan.
Dan aku menegur kala kau keluar jalur.
Aku pun mengingat di hari itu, kau datang padaku lagi. Kau menangis, hanya gegara sembilan bulan kau biarkan dirimu dalam pelukan seorang lelaki yang begitu saja pergi berlalu dari padamu.
Nak, sembilan bulan aku mengandungmu. Sembilan detik kau dalam pelukanku, kubiarkan kau menangis seperti sembilan bulan kau belajar berjalan, lalu jatuh, kemudian mengaduh.
Anak gadisku yang kusayangi, jiwa yang tak pernah kumiliki, meski harus kupertaruhkan nyawa agar kau melihat dunia ini, mari bacalah tulisanku kini.
Surat ini kutulis dengan hatiku. Penuh harap kubertekad, kau 'kan bertumbuh menjadi wanita yang teguh, berjalan sebagai suluh, agar semua orang tak lagi mengeluh, dalam dunia yang selalu membuat kita berpeluh.
*Solo,....selamat Hari Wanita Internasional!!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H