Kedudukan Pancasila di Indonesia telah disebutkan dalam pembukaan UUD 1945 pada alinea 4 yang menyebutkan "... maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat, dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia." Selain dalam pembukaan UUD 1945, kedudukan Pancasila kembali ditegaskan dalam Ketetapan MPR No. V/MPR/1973 serta Ketetapan MPR No. IX/MPR/1978.
Ir. Soekarno menyebut Pancasila sebagai philosopische grondslag atau pandangan hidup bangsa Indonesia. Oleh karena itu Pancasila memiliki kedudukan sebagai sumber dari segala sumber hukum atau sumber hukum dasar nasional, menjadikan Pancasila sebagai ukuran dalam menilai hukum yang berlaku di negara Indonesia. Pancasila dipergunakan sebagai dasar (fundamen) untuk mengatur pemerintah negara atau sebagai dasar untuk mengatur penyelengaraan negara.
Pancasila sebagai ideologi dalam kehidupan bermasyarakat ditetapkan pada Ketetapan MPR No. II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila. Pancasila sebagai ideologi bangsa berfungsi sebagai landasan untuk memahami dan menafsirkan dunia dan kejadian-kejadiannya dalam alam sekitarnya. Pancasila berkedudukan serta berperan sebagai pedoman sekaligus sebagai landasan manusia dalam berperilaku guna mencapai arah dan cita -- cita Negara Indonesia yang sebelumnya terkandung dalam pembukaan UUD 1945.
Menurut Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas RI) konsensus dasar Indonesia terdiri dari Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika. Pancasila berfungsi sebagai ideologi nasional, sebagai pandangan hidup bangsa, sebagai perekat atau pemersatu bangsa dan sebagai wawasan pokok bangsa Indonesia dalam mencapai cita-cita nasional seperti yang terkandung dalam pembukaan UUD 1945.
Pancasila dijadikan sebagai wadah yang baik, sehingga dapat mencakup seluruh pemahaman yang dianut oleh bangsa Indonesia. Selain itu, karena sila-sila dari Pancasila itu terdiri dari nilai-nilai dan norma-norma yang positif sesuai dengan pandangan hidup bangsa Indonesia, misalnya Atheisme dan segala bentuk kekafiran tak beragama akan ditolak oleh bangsa Indonesia yang bertuhan dan beragama.
Setiap sila yang tercantum dalam Pancasila telah merepresentasikan keberagaman bangsa Indonesia. Seperti contohnya Sila ke -- 1 menyebutkan "Ketuhanan yang Maha Esa" tidak hanya menyebutkan Tuhan salah satu agama, namun secara general. Karena di Indonesia memiliki keberagaman agama dan kepercayaan sehingga tidak ada yang namanya minoritas atau dominasi satu kaum, semua sama-sama bagian dari Indonesia.
Pancasila juga dapat dijadikan norma dasar bagi seluruh masyarakat Indonesia. Sejatinya nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila sangat cocok/tepat dengan kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia dan merupakan sifat asli bangsa.
Dalam implementasinya, menurut Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (kesbangpol) dibagi menjadi dua; aktualisasi objektif dan subjektif. Aktuliasasi objektif adalah aktualisasi dalam bentuk realisasi nilai-nilai Pancasila pada setiap aspek penyelenggaraan Negara, baik di bidang legislatif, eksekutif, maupun yudikatif dan semua bidang kenegaraan dan terutama realisasinya dalam bentuk peraturan perundang-undangan Negara Indonesia.
Aktualisasi subyektif, artinya pelaksanaan dalam pribadi setiap warga Negara, setiap individu, setiap penduduk, setiap penguasa dan setiap orang Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H