Keesokan harinya.
“Kakak sama adek, tolong bantu ibu antarkan jahitan ini ke rumah mamanya Sarah ya? Ibu masih harus selesaikan beberapa pesanan lagi nih.” Ucap ibu setelah sarapan bersama.
Kebetulan hari ini, hari Sabtu. Andien dan Indy bisa sedikit santai karena tidak berlu terburu-buru bersiap ke sekolah.
“Maaf, ayah gak bisa bantu ya, anak-anak. Kalian bisakan? Jalan kaki ke rumah mamanya Sarah?” kata ayah sambil mengenakan jaket hijau kebanggaannya. “Hari ini doakan ada rejeki besar ya, bu”
“Aamiin ya Allah” jawab ketiga perempuan yang masih duduk berkumpul di sekitar meja makan.
“Tenang aja, yah. Rumah Sarah ga jauh kok.” Kata Andien.
“Ayah… kenapa ya kok kadang-kadang Allah ga adil?” Tanya Indy tiba-tiba.
“Astagfirullah, adek!” sahut Andien dengan suara agak tinggi.
Ibu mengusap lengan Andien lembut, mengingatkan dirinya agar tidak emosi. Wanita 40 tahunan itu tersenyum lembut dan mengendikkan dagunya ke sang suami.
“Ah, masa sih? Coba cerita sama ayah, Allah itu gak adil bagaimana ya, dek?” Ayah dengan sabar mendengarkan apa yang akan keluar dari mulut kecil anak bungsunya.
“Gini loh, yah. Ayah tau kan si Sarah? Dia sholatnya masih sering bolong-bolong loh. Trus hafalan surat pendeknya juga baru sampe surat Al-Asr. Tambah lagi dua hari yang lalu, puasa dia batal, cuma karena katanya dia haus banget dan akhirnya dia buka.” Indy membuka ceritanya.