Lihat ke Halaman Asli

Di Antara Rerimbunan Daun Sawit, Di Sela Pekatnya Debu, Siswaku dan Semangat Mereka

Diperbarui: 17 Juni 2015   21:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kalimantan Tengah, tempat yang tidak pernah kubayangkan akan kudatangi. Beribu macam cerita seram dan opini banyak orang tentang pulau terbesar ketiga di dunia setelah Green Land dan Papua Nugini ini sempat menyurutkan niatku. Dan kini, disinilah aku berbagi ilmu dan mencari rejeki.

Profesi guru di daerahku tidaklah menjadi profesi yang menjanjikan bagi sebagian orang yang menginginkan gaji besar, apalagi jika hanya guru bantu. Karena itulah, aku sampai juga di tempat ini, berjarak sekitar 75 kilometer dari pusat Kota Sampit aku mengabdi. Membagi ilmu dan membagi pengalaman dengan siswa-siswaku.

Kehidupan disini memang tidak separah yang kubayangkan, namun akses untuk bisa mencapai kota Sampit sedikit sulit untuk orang baru sepertiku. Harus menyusuri hamparan kebun sawit tanpa ujung sejauh 25km diselimuti debu tebal yang tiap kali menghalangi pandangan. Namun semua itu akhirnya terbayarkan.Oleh mereka, siswa-siswaku.

Mungkin benar jika sebagian orang mengatakan, meskipun fasilitas pendidikan di luar Jawa tidak selengkap di pulau Jawa, namun semangat anak-anak untuk sekolah masih tinggi. Aku benar-benar membuktikannya. Banyak dari siswa-siswaku harus bangun jam 3 pagi untuk bisa datang ke sekolah tepat waktu. Mereka harus sudah siap menunggu bus jemputan jika tidak ingin ketinggalan dan sampai di sekolah tepat waktu. Karena itulah, tak jarang kutemui wajah lesu dan mengantuk di kelasku ketika pelajaran sedang berlangsung. Aku berusaha memaklumi itu, karena bagiku, semangat mereka untuk tetap datang ke sekolah saja sudah sangat luar biasa. Bukan hanya hal semacam itu yang kutemui dikelas, kadangkala kutemui siswa yang dalam 1 bulan hanya masuk 1 kali saja. Kenapa? karena jarak dari rumahnya ke sekolah sangatlah jauh, sehingga seringkali dia tak masuk tanpa izin. sistem perizinan pun dilakukan lebih sederhana, orang tua siswa yang bersangkutan menghubungi wali kelas melalui sms. Bukan karena malas membuat surat, tetapi untuk datang menyampaikan surat izin anaknya jauh lebih sulit untuk dilakukan mengingat jarak rumah mereka dengan sekolah.

Dulu ketika aku masih di pulau Jawa, aku tidak pernah membayangkan akan menemui hal-hal semacam ini. tidak akan melihat kehidupan lain selain di duniaku yang serba ada. Tapi sekarang aku mulai mengerti kenapa pendidikan di daerah yang jauh dari ibukota tidak semaju kelihatannya. Bukan karena tidak ada fasilitas sekolah yang memadai, bukan karena anak-anak disini tidak pandai dalam menerima pelajaran, tapi karena akses untuk mendapatkan pendidikan itu yang sulit mereka dapatkan. Dan aku merasa aku sudah melakukan hal yang benar, membagi ilmuku kepada mereka siswa-siswaku yang penuh semangat, yang rela meluangkan waktu mereka sedikit lebih banyak untuk bisa mendapatkan pendidikan.

Semangat mereka yang menjadi alasanku untuk tidak berhenti belajar, dari semangat mereka aku tahu betapa berharganya pendidikan yang sudah mampu kuraih, dan dari mereka aku lebih bisa menghadapi segalanya dengan senyuman, menghormati setiap perbedaan, dan memahami sisi lain budaya Indonesia yang tidak semua orang dapatkan.

Salam semangat dari tanah Borneo, Seruyan Kalimantan Tengah

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline