Literasi digital atau digital literasi akhir-akhir ini sering kita dengar dan menjadi bahan bacaan di berbagai media pendidikan. Keduanya memiliki pengertian yang pada intinya sama yaitu seputar pengetahuan,serta kecakapan dalam memanfaatkan media digital yang mencakup kemampuan untuk menemukan,mengerjakan,mengevaluasi,menggunakan,membuat serta memanfaatkannya dengan baik dan benar.
Literasi digital banyak dimanfaatkan di berbagai segi kehidupan salah satunya di pendidikan. Bidang Pendidikan memanfaatkan literasi digital terutama untuk menunjang kegiatan belajar mengajar. Tidak hanya pendidikan formal saja yang memanfaatkan literasi digital,pendidikan non formal salah satunya adalah UPTD SPNF SKB Kota Tegal sebagai penyelenggara pendidikan kesetaraan yang berstatus negeri di kota Tegal juga memanfaatkan literasi digital dalam kegiatan belajar mengajarnya.
Di UPTD SPNF SKB Kota Tegal selain menyelenggarakan pendidikan reguler juga menyelenggarakan pendidikan inklusi untuk anak-anak berkebutuhan khusus dengan kriteria lambat dalam menerima pembelajaran.
Pendidikan inklusi adalah dunia pendidikan yang baru untuk saya yang terbiasa mengajar di pendidikan reguler,kemudian karena tidak mendapatkan jam mengajar di reguler (tergeser P3K),saya ditempatkan di pendidikan inklusi. Anak inklusi yang ditampung di SKB kota Tegal ternyata banyak yang sudah pintar dan mahir dalam memanfaatkan literasi digital bahkan mereka terlihat senang karena mereka bisa menggunakan ponsel yang mereka bawa.
Literasi digital yang mereka lakukan adalah dengan memanfaatkan google untuk mencari bahan bacaan terkait materi yang diajarkan. Sebagai contoh pada saat saya memberikan materi tentang Pahlawan Nasional Kejar Paket B (setara SMP) untuk mencari materi terkait dengan pahlawan yang ada di Indonesia.Dan mereka cepat sekali mengakses menemukan bahkan mereka mulai aktif bertanya saat mereka menemukan beberapa gambar pahlawan.
Literasi digital juga saya manfaatkan untuk mengenalkan kearifan lokal kota Tegal kepada anak-anak inklusi. Hal ini juga dilakukan supaya anak-anak inklusi juga memiliki pemahaman sama seperti anak-anak reguler tentang wilayah kedaerahan kota Tegal. Selama ini berdasarkan hasil pengamatan saya,pengetahuan mereka (anak-anak inklusi)bahwa di kota Tegal hanya ada pantai,mulai dari Pantai Alam Indah,Pantai Muarareja (MJ) sampai Pantai Batamsari. Oleh karena itu saya memanfaatkan literasi digital untuk memberikan pengetahuan kearifan lokal apa saja yang ada di Kota Tegal dengan begitu mereka memperoleh banyak pengetahuan terhadap lokalitas daerah mereka sendiri.
Respon yang saya dapatkan mereka sangat antusias,aktif bertanya dan kemudian mampu untuk menceritakan apa yang meraka dapatkan dari hasil pencarian di media sosial.Terkadang mereka mencari di rumah tentang seputar kota Tegal dan kemudian keesokan harinya pada saat mereka bertemu dalam pembelajaran,mereka bertanya di sela-sela kegiatan belajar mengajar. Menjadi tantangan tersendiri untuk saya karena pada akhirnya saya pun harus aktif serta update terus terhadap peristiwa yang terjadi di Kota Tegal.
Meskipun mereka adalah anak-anak inklusi yang selama ini dinilai "berbeda,berkebutuhan khusus " tapi terhadap media sosial mereka tidak ada bedanya dengan anak-anak reguler lainnya,bahkan cenderungnya mereka lebih banyak bertanya sesuatu yang menurut anak-anak reguler hal yang biasa tapi bagi mereka itu hal yang baru.
Sebagai contoh pada saat mereka memperoleh informasi tentang cagar budaya Taman Pancasila dimana terdapat bangunan yang disebut Gedung Satus. Bagi anak reguler itu hal biasa,tidak aneh,tapi berbeda dengan anak inklusi. Saya harus menjelaskan secara berulang-ulang tentang Gedung Satus itu yang awalnya bernama Gedung Biro. dan terkadang mereka memunculkan pertanyaan yang tidak terduga seperti "mengapa disebut gedung satus ? apakah jumlahnya satus ?angker apa tidak ?" dan masih banyak pertanyaan lain yang menurut mereka itu sesuatu yang baru.