Lihat ke Halaman Asli

Diah Fitri Patriani

Muslimah Pemerhati Umat

Tangan Besi Oligarki dalam Rempang Eco City

Diperbarui: 20 September 2023   09:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dirilis dari chanel CNN Indonesia beberapa bulan yang lalu melalui pernyataan mentri Marvel Luhut Binsar Panjaitan, mengancam dengan tegas bagi siapa saja yang dianggap mempersulit Proyek Strategi Nasional  akan “dibuldozer”.

 “Dengan segala kemampuan yang ada pasti saya bulldozer karena saya mempertaruhkan momentum yang sudah baik ini, tidak boleh dihambat oleh siapapun. Karena ini bukan pekerjaan baru hari ini sudah berjalan selama 8 tahun kita rawat sampai pada titik ini , jadi jangan sampai ada konflik of interest. Saya akan turun dengan kewenangan saya untuk membuat anda susah”. Ancamnya. (CNN Indonesia, 1/12/22)

Ancaman”Bulldozer” tersebut benar-benar dibuktikan pemerintah dengan menurunkan berbagai alat pertahanan negara dari mulai aparat Militer, Polisi dan Satpol PP saat menyelesaikan sengketa tanah antara masyarakat Rempang dengan pihak BP Batam yang mewakili perusahaan investor (MEG & Xinyi Group). Perusahaan Xinyi China meminta tengat 2 bulan untuk segera mengosongkan pulau Rempang agar proyek Rempang Eco City segera bisa direalisasi. Proses pemasangan patok di 16 kampung tua dilakukan secara paksa mengakibatkan bentrok antara warga dengan para aparat kemanan semakin tidak terelakkan.

4 Alasan Kenapa Warga Rempang Menolak Relokasi

Pertama, Masyarakat Rempang sebagian besar berprofesi sebagai nelayan,  menyatu dengan alam adalah cara mereka untuk bertahan hidup. Jika pabrik kaca terbesar didunia ini  dibangun di kampung mereka apakah ada jaminan keterampilan mereka sebagai nelayan dapat diserap oleh pabrik pengolahan kaca tersebut. Pun Jika mereka direlokasi di tempat lain lalu bagaimana mereka bertahan hidup.

Kedua, Luas lahan yang dipakai untuk pengembangan kawasan industri, perdagangan, hingga wisata sesuai MOU dengan MEG adalah 7.572 hektare atau sekitar 45,89 persen dari total luas pulau Rempang 16.500 hektar. Rencana 2000 hektarnya diperuntukkan untuk pembangunan pabrik kaca. Artinya masih cukup sebenarnya untuk luas area tersebut dibangun tanpa perlu merelokasi warga Masyarakat sekitar.

Ketiga, secara sosio historis masyarakat Rempang memiliki ikatan historis dengan tempat tinggal mereka. Nenek moyang Masyarakat Rempang adalah keturunan dari prajurit atau laskar kesultanan Riau Lingga yang sudah mendiami pulau tersebut sejak tahun 1720, di masa pemerintahan Sultan Sulaiman Badrul Alamsyah 1. Kampung-kampung yang mereka tempati saat ini dibangun sejak 1843. Jadi Sepatutnya negara memberikan kemudahan administrasi atas hak tanah ulayat adat tersebut agar memiliki sertifikat bukan malah mengusir mereka dari tanah kelahirannya sendiri.

Keempat, dari aspek sosiologi hukum masyarakat Rempang adalah warga negara Indonesia yang dapat dibuktikan dengan kepemilikan identitas sebagai warga negara yang berdomisili di wilayah Rempang sehingga sudah selayaknya untuk mendapatkan pelayanan prioritas dibanding orang diluar wilayah tersebut ataupun orang asing.

Berdasarkan UU Pokok Agraria no 5 tentang pokok dasar agrarian dan Peraturan Pemerintah Nomor 10/1997 Tentang Pendaftaran Tanah sebagaimana diubah Peraturan Pemerintah (PP) No 24/1997, penguasaan fisik merupakan hal penting yang tercantum dalam Undang-Undang Agraria.

“Mengenai aturan lahan yang ditempati dalam jangka waktu puluhan tahun, seseorang yang menguasai fisik tanah selama kurun waktu 20 tahun secara terus-menerus maka berpotensi menjadi milik orang yang menguasai secara fisik,”

Kepentingan Oligarki

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline