Lihat ke Halaman Asli

Menilik Motivasi Legislator Kita

Diperbarui: 17 Juni 2015   07:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Legislator dapat diartikan sebagai orang yang melakukan legislasi, sedangkan lembaga yang melakukan legislasi disebut dengan lembaga legislatif. Di Indonesia, lembaga legislatif dipegang oleh DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) yang mempunyai wewenang untuk membentuk undang-undang sebagaimana yang tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 20 yang berbunyi, “Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang”.

Secara umum, motivasi dapat dikaitkan dengan pandangan dasar terhadap kebutuhan. Motivasi oleh tiap-tiap orang tentunya berbeda dan tergantung pada pandangan dasar tiap-tiap individu. Kita perlu mengetahui motivasi yang melatarbelakangi para legislator terjun dalam dunia legislasi. Mengapa demikian? Karena, seorang legislator adalah ujung tombak kesejahteraan masyarakat Indonesia. Hal ini terkait erat dengan wewenangnya dalam membuat undang-undang.

Melihat dari Pemilu legislatif 2014 kemarin, jika dipetakan terdapat tujuh motif yang melatarbelakangi para legislator dalam mengikuti Pemilu. Pertama, motif kekuasaan politik. Motif tersebut dapat kita lihat dari ciri-cirinya seperti, dengan tujuan-tujuan untuk memperjuangkan, memperoleh, dan melanggengkan kekuasaan dalam sebuah proses politik. Kriteria sebuah partai politik dapat dikatakan sukses dapat dilihat dari kekonsistenan partai tersebut dalam mempertahankan ideologinya. Selain itu, juga dapat dilihat dari seberapa besar massa yang mendukung dan sepaham dengan ideologi yang mereka bawa. Hal tersebut merupakan latar belakang dari motif kekuasaan politik. Kedua, motif kepentingan ekonomi. Di satu sisi sebagai pelaku politik yang membutuhkan dukungan politik dari konstituennya, namun di sisi lain mereka harus memperjuangkan perekonomian masing-masing. Walaupun mereka menekankan aspek dukungan publik di daerah pemilihan dalam kampanye-kampanye mereka, namun sebenarnya kepentingan yang utama adalah bisnisnya. Dengan masuk pada komisi tertentu, dengan harapan dapat berkesempatan untuk mengambil peran penting terkait dengan ketertarikannya sebagai pengusaha. Ketiga, motif untuk memperjuangkan sistem politik yang lebih demokratis. Saya rasa, motif tersebut adalah salah satu motif yang positif dalam mewujudkan kehidupan legislasi yang sehat di Indonesia. Motif ini dilatarbelakangi oleh keprihatinan yang mendalam terhadap peran Legislatif dalam mewujudkan kepentingan publik. Bukan sebuah rahasia lagi tentang kasus buruknya kualitas anggota DPR dalam membuat produk kebijakan yang lebih baik. Mereka beranggapan bahwa menjadi seorang legislator adalah suatu pekerjaan yang luhur dengan menjalankan fungsi-fungsi legislator dengan sebagaimana mestinya. Selain itu, sebagian dari mereka merasa bahwa dengan menjadi legislator, mereka dapat melakukan perubahan dari dalam melalui pengaruh dalam membuat kebijakan publik. Keempat, motif ideologis. Menurut Pramono Anung, motif ideologis dicirikan dengan usaha-usaha dan retorika yang didasari gambaran ideal sebuah tatanan masyarakat berdasarkan sumber-sumber pemikiran tertentu yang untuk mencapainya digunakan sebagai landasan etik dan tujuan ideal berpolitik. Kelima, motif aktualisasi sikap-sikap politik. Motif ini dapat dilihat melalui usaha-usaha untuk menempatkan posisi legislator sebagai aktor/pelaku dan lembaga legislatif sebagai medium/perantara bagi gagasan dan sikap berpolitik. Keenam, motif keinginan untuk memperjuangkan kebijakan-kebijakan publik yang spesifik. Motif ini muncul dilatarbelakangi oleh adanya legislator yang memiliki keprihatinan, agenda, dan kepentingan spesifik yang ingin mereka perjuangkan. Dan motif yang terakhir yaitu untuk memperjuangkan kepentingan kaum minoritas. Kaum minoritas disini adalah menyangkut etnisitas.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Pramono Anung, pada tahun 2012 motivasi kekuasaan politik menempati kedudukan tertinggi dalam suatu piramida. Hal tersebut sungguh memprihatinkan. Negara ibarat sebagai instrument untuk memperoleh kekuasaan dan kedudukan politik semata. Rakyat ibarat medium yang digunakan sebagai perantara dengan janji manis setinggi langit yang diberikan oleh legislator kita. Hasilnya dapat dilihat dari fenomena di Negara kita saat ini. Banyak produk undang-undang yang ternyata masih keropos dan memicu terjadinya pelanggaran secara kontinyu. Menjadi hal dilematis di negeri ini, untuk siapakah sebenarnya undang-undang dibuat? Untuk kepentingan rakyat kah? Atau sebaliknya untuk kepentingan para penguasa?




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline