Lihat ke Halaman Asli

Gerakan Buruh Jakarta (GBJ) Tuntut Rancangan Peraturan Daerah Tentang Ketenagakerjaan dengan Kekhususan

Diperbarui: 14 September 2016   15:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gerakan Buruh Jakarta (GBJ) tuntut Peraturan Daerah Ketenagakerjaan dengan Kekhususan (dokpri)

Selasa, 13 September 2016 di ruang Tempo Doeloe Lantai 2 Gedung Balaikota DKI Jakarta telah diselenggarakan kegiatan konsultasi publik tentang penyusunan rancangan peraturan daerah tentang ketenagakerjaan yang di prakarsai oleh biro hukum sekretaris daerah provinsi DKI Jakarta.

Dalam agenda tersebut hadir para stakeholder dan pelaku ketenagakerjaan baik dari unsur pemerintah, pengusaha dan unsur buruh atau pekerja yang memberikan pemaparan dan tanggapan tentang naskah akademik yang telah di siapkan oleh pemrakarsa biro hukum sekda provinsi DKI Jakarta. Peserta yang hadir sangat antusias bahkan jumlah peserta yang hadir cukup melampaui kapasitas tempat yang disediakan oleh panitia. Permasalahannya bukan karena undangan penyelenggaran konsultasi publiknya namun karena tema tentang ketenagakerjaan menjadi hal yang sangat menarik untuk di bahas dan diikuti oleh para aktifis buruh maupun pekerja diberbagai sektor.

Dengan posisi DKI Jakarta sebagai daerah yang memiliki kekhususan tentunya memberikan tantangan baru bagi para pemerintah dan kaum buruh atau pekerja, disamping berharap adanya perbaikan system di dunia ketenagakerjaan di provinsi DKI Jakarta yang menjadi pusat Ibukota negara, juga perbaikan kesejahteraan yang lebih baik dari daerah lainnya.

Peraturan Daerah tentang Ketenagakerjaan sebelumnya sudah di buat oleh pemerintah daerah dengan Perda No.06 tahun 2004 yang didalamnya tidak terlalu banyak peraturan yang mengatur tentang ketenagakerjaan selain lebih banyak mengutip dari aturan dasarnya yaitu Undang-undang Ketenagakerjaan No.13 tahun 2003, Undang-undang No.21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja dan Serikat Buruh, dan Undang-undang No.2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI) serta peraturan-peraturan menteri ketenagakerjaan yang terkait dengan aturan tekhnis, yang tidak ada aturan kekhususan sebagaimana DKI Jakarta menjadi daerah yang memiliki kekhususan tersendiri sebagai Ibukota negara Indonesia, ungkap Yulianto narasumber konsultasi publik dari unsur Serikat Pekerja.

Disamping itu Ibu Basani Situmorang, SH.Mhum, dewan pakar ketenagakerjaan menyapaikan bahwa DKI Jakarta sudah seharusnya memiliki kekhususan didalam pengaturan ketenagakerjaan yang lebih baik dari aturan undang-undang ketenagakerjaan yang ada, paling tidak mengatur sedemikian rupa hak-hak perlindungan yang mendasar bagi pekerja dan buruh serta dapat mewujudkan kondisi pengembangan dunia usaha yang kondusif. Pengaturan yang menyeluruh dan komprehensif dalam dunia ketenagakerjaan mencakup pengembangan sumber daya manusianya, peningkatan produktifitas dan daya saing tenaga kerja Indonesia, upaya perluasan kesempatan kerja, pelayanan penempatan tenaga kerja dan pembinaan hubungan industrial menjadi pokok-pokok dasar yang harus di miliki oleh Pemerintah DKI Jakarta terutama didalam menghadapi ancaman Masyarakat Ekonomi ASEAN, ungkap Basani Situmorang dewan pakar ketenagakerjaan yang sudah puluhan tahun melalang buana didunia ketenagakerjaan yang hingga saat ini sering menjadi saksi ahli jika dibutuhkan didalam penyelesaian kasus-kasus perburuhan. Yang harus diingat adalah jangan lupakan Azas Formal dan Azas Material didalam pembentukan peraturan daerah sebagai dasar peraturan demi terciptanya lingkungan hubungan ketenagakerjaan yang harmonis dan dinamis ungkap Basani.

Tak kalah sengitnya tanggapan yang disampaikan oleh Bapak Agus Guntur, dari Asosiasi Pengusahan Indonesia (APINDO) terkait dengan Naskah akademik raperda ini sudah saatnya disesuaikan dengan peraturan diatasnya. PERDA ketenagakerjaan di DKI Jakarta sudah 13 tahun diberlakukan dan sudah sepatutnya disesuaikan dengan kondisi dan situasi yang berkembang di dunia ketenagakerjaan. Orientasi perubahan raperda hendaknya mencakup prinsip-prinsip keadilan, perkembangan jaman, solusi atas persoalan yang di hadapi, aturannya harus jelas dan mudah dipahami serta dilaksanakan, tidak multitafsir, memuat sanksi yang tegas dan adanya penghargaan, adanya kemudahan berinvestasi, dan siap didalam menghadapi masyarakat ekonomi asean. Syarat-syarat perubahan raperda DKI Jakarta itu paling tidak memenuhi unsur-unsur tersebut demi kelanjutan dunia usaha dan kesejahteraan buruh khususnya di DKI Jakarta.

Tanggapan atas naskah akademik raperda ketenagakerjaan yang disampaikan oleh ke tiga narasumber yang terdiri dari unsur pakar, unsur serikat pekerja atau buruh, dan unsur pengusaha tersebut dipaparkan secara rinci dan disesuaikan dengan kondisi kekinian dimana DKI Jakarta menjadi barometer suksesnya kesejahteraan bagi rakyat Indonesia jika perbaikan-perbaikan system dan aturan main terpenuhi dan terlaksana dengan baik. Masalahnya hingga hari ini apakah pemerintah DKI Jakarta memiliki kemauan untuk melakukan perubahan disegala lini khususnya di bidang ketenagakerjaan saat ini ?,

Jika memang perlunya perubahan didalam perda ketenagakerjaan adalah hal yang niscaya dan memang seharusnya dilakukan perbaikan, baik secara system maupun tekhnis dan regulasi yang lebih baik lagi di lapangan. Contoh perbaikan yang paling substansi disampaikan oleh Ibu Eny dari LBH Jakarta adalah permasalahan “PRAMUWISMA” yang di atur didalam BAB XI tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Pramuwisma, dimana pemerintah melalui Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.02 tahun 2015 telah mengatur  tentang Pekerja Rumah Tangga yang sebelumnya Negara Republik Indonesia telah menyepakati didalam Konvensi ILO No.189 tentang Kerja Layak bagi Pekerja Rumah Tangga dan akan segera di Undang-undangkan dalam bentuk perlindungan bagi Pekerja Rumah Tangga.

Didalam pemaparan tanggapannya dari unsur Serikat Pekerja juga menyampaikan permasalahan “Pramuwisma” yang seharusnya mereka adalah “Pekerja” yang secara tekhnis sama dengan pekerja dan seharusnya diberikan hak-hak yang sama dengan pekerja, dan sudah sepatutnya pemerintah provinsi DKI Jakarta dapat mengakomodir dan menempatkan posisi Pekerja Rumah Tangga sama dengan pekerja yang di atur didalam Peraturan Daerah. Disisi lain dewan pakar ketenagakerjaan setuju dengan diberikannya posisi aturan ketentuan Pekerja Rumah Tangga masuk didalam peraturan daerah tentang ketenagakerjaan, akan tetapi harus diatur didalam point tersendiri, karena masih tersangkut dengan aturan regulasi induknya didalam Undang-undang Ketenagakerjaan yang belum jelas dengan status hubungan industrialnya, jadi jika mau pemerintah DKI Jakarta bisa memberikan porsi khusus untuk aturan ketenagakerjaan tentang Pekerja Rumah Tangga agar di atur didalam aturan tersendiri demi kesejahteraan mereka, sebab bukan hal yang mustahil di era Masyarakat Ekonomi ASEAN semakin banyak para Pekerja Rumah Tangga di DKI Jakarta yang seharusnya mendapatkan perlindungan oleh pemerintah, paling tidak dari sisi perlindungannya mereka dapat di atur didalam ketentuan perdanya ungkap beliau.

Gerakan Buruh Jakarta (GBJ), yaitu sebuah elemen gerakan buruh yang terdiri dari Federasi Serikat Pekerja dan Serikat Buruh terbesar di DKI Jakarta turut hadir dan mengawal proses penyelesaian rancangan Peraturan Daerah, tentunya peraturan daerah tentang ketenagakerjaan ini harus di kawal bersama-sama oleh para pemangku kepentingan dan stakeholder khususnya para pekerja dan buruh yang ada di DKI Jakarta. Sebab Peraturan Daerah ini menjadi dasar bagi perubahan yang prinsip untuk kesejahteraan buruh dan pekerja secara khusus dan umumnya bagi rakyat di Indonesia. Bukan hal yang mustahil jika kesejahteraan para buruh dan pekerja di Jakarta semakin meningkat akan berdampak bagi kesejahteraan buruh dan pekerja yang tinggal di wilayah penyangga Jakarta, ungkap Mirah Sumirat Presiden ASPEK Indonesia yang menginisasi lahirnya gerakan buruh Jakarta.

Perlu di sampaikan kepada masyarakat DKI Jakarta ungkap mirah sumirat, bahwa dengan lahirnya Gerakan Buruh Jakarta yang telah dibentuk pada hari Jum’at tanggal 09 bulan 09 tahun 2016 di ASPEK Indonesia oleh 9 Federasi SP/SB, salah satu rekomendasi yang dihasilkan adalah mengawal proses rancangan peraturan daerah tentang ketenagakerjaan di Provinsi DKI Jakarta hingga selesai dan sesuai dengan harapan, disamping point rekomendasi lainnya tentang upah dan mekanisme penetapan upah sesuai dengan rumusan dan kebiasaan yang dilakukan oleh pemerintah DKI Jakarta, penetapan Upah Sektoral dan menambah Sektor-sektor unggulan sesuai dengan kontribusi yang di hasilkan oleh sektor terkait kepada pemerintah daerah dan agenda advokasi dan pendidikan bersama untuk para buruh dan pekerja. Pada saat itu juga Gerakan Buruh Jakarta  (GBJ) di deklarasikan di depan Gedung Balaikota DKI Jakarta tepat pukul 13:30 WIB.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline