Lihat ke Halaman Asli

Diskriminasi Justru oleh Petugas Kesehatan Sendiri

Diperbarui: 24 Juni 2015   02:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Senang rasanya bisa kembali liputan di awal tahun 2014. Ketika itu hujan deras di Kementrian Kesehatan RI. Satu hal yang ditunggu di tahun 2014 ini adalah berjalanan sistem Jaminan Kesehatan Nasional. Seorang teman dari surat kabar di Jakarta bercerita, dengan berlakunya sistem itu rumah sakit diserbu masyarakat.

Dia pergi ke rumah sakit spesialis paru di Jakarta Timur untuk mengobati penyakit asmanya. "Rumah sakit penuh sekali dengan masyarakat yang berobat gratis. Padahal sakitnya tidak terlalu serius. Hanya batuk pilek kan tidak perlu ke rumah sakit paru. Harusnya penyakit seperti itu kan bisa ditangani di layanan kesehatan primer seperti Puskesmas, bukan dokter spesialis," keluhnya.

Apa boleh buat. Segala sesuatu yang kedengarannya gratisan memang menarik minat dicoba. Menjaga kesehatan dan melakukan tindakan preventif tampaknya belum hal yang jamak dilakukan masyarakat.

Berhubung sebagian besar masyarakat juga tak melakukan tindakan preventif, petugas kesehatan juga terbiasa mendapati masyarakat yang berobat untuk menyembuhkan penyakitnya. Mungkin sekali jarang ada pasien yang ke rumah sakit sekedar untuk check up, memastikan tidak ada yang salah dengan tubuhnya.

Suatu ketika membawa voucher pemeriksaan USG payudara, saya mendatangi sebuah rumah sakit swasta besar di Jakarta Selatan. Voucher itu ada di dalam goodie bag sewaktu rumah sakit itu mengadakan konferensi pers. Berhubung konsultan PR rumah sakit itu mengejar-ngejar untuk memakai voucher itu sebelum masa berlakunya habis, saya menyempatkan diri memeriksakan payudara meskipun dalam keseharian tidak pernah ada keluhan.

Para suster menyambut ramah. Demikian juga dengan pihak pengurus administrasi. Suster menyiapkan segala sesuatunya dengan ramah. Mengolesi dada dengan gel yang lumayan banyak sebelum dokter masuk dan mengoperasikan alat USG tersebut.

Tak lama kemudian masuklah seorang dokter wanita. Ia langsung memulai pemeriksaan USG. Sebelumnya ia menanyakan apakah saya punya gejala atau keluhan tertentu seperti payudara bengkak atau sakit. Saya termasuk orang yang sehat dan di pihak keluarga dekat tidak ada yang menderita kanker payudara. Seharusnya saya baik-baik saja.

Saya bisa melihat layar yang mempertunjukkan bagian dalam payudara sementara dokter menjalankan alat pemeriksaannya. Semuanya sepertinya baik-baik saja. Kemudian dokter menggumamkan sesuatu yang tak jelas lalu ia keluar ruangan.

"Ibu dengar kata dokter tadi," kata suster yang mendampingi saya. "Nggak. Memangnya dokter bilang apa?"

"Kata dokter, ada kista kecil tadi."

Deg.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline