Lihat ke Halaman Asli

Dukungan Amerika terhadap Nuklir Israel

Diperbarui: 18 Juni 2015   04:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Amerika Serikat tidak pernah mau mentolerir negara manapun untuk mengembangkan dirinya menjadi kekuatan nuklir. Sikap politik ini tidak berlaku terhadap Israel. Shimon Peres yang pernah menjabat sebagai perdana menteri Israel adalah salah seorang promotor untuk menjadikan Israel sebagai kekuatan nuklir di luar klub nuklir yang ada. Tujuannya adalah menjadikan kekuatan nuklir yang ada ditangannya sebagai kekuatan penangkal terhadap negara-negara lawannya di Timur Tengah, meski tidak tertutup kemungkinan Israel akan dengan senang hati menggunakannya.

Rencana untuk membangun kekuatan nuklir Israel telah dimulai sejak tahun 1955, tetapi badan intelijen Amerika Serikat pura-pura tidak tahu dan seolah-olah baru mencium rencana tersebut kira-kira tiga tahun kemudian. Kompleks bangunan yang didirikan di kota Dimona, di padang pasir Negev, sudah ditengarai oleh badan intelijen Amerika Serikat sebagai fasilitas nuklir utama, begitu menurut Avner Cohen dalam bukunya “Israel and the Bomb”.

Gagasan untuk mengembangkan nuklir Israel bermula dari persekutuannya dengan Perancis pada tahun 1955, tujuh tahun setelah kelahiran negara tersebut, yang menyetujui memberikan bantuan teknologi canggih yang dibutuhkan oleh Israel. Proyek nuklir di Dimona mulai dibangun pada tahun 1958, yang dinyatakan sebagai “pabrik metalurgi”, dan kadangkala disebut juga juga sebagai “pabrik tekstil”. Proyek Dimona itu baru menjadi pengetahuan publik pada bulan Desember 1960.

Atas dasar itu presiden Kennedy memaksa Israel untuk mengizinkan dua orang ilmuwan Amerika Serikat untuk memeriksa reaktor tersebut, karena ia ingin menjamin reaktor itu dikembangkan hanya untuk maksud damai, dan tidak berkaitan dengan pengembangan senjata nuklir.

Israel tidak pernah mengakui memiliki senjata nuklir, kecuali menyatakan bahwa Israel“tidak akan pernah menjadi negara pertama yang akan menggunakannya di kawasan tersebut”. Namun badan-badan intelijen Barat melaporkan dan merasa yakin, bahwa Israel telah mengembangkan dirinya menjadi satu-satunya negara nuklir di Timur Tengah.

Menurut Avner Cohen, Israel telah memiliki kemampuan nuklir operasional sejak sebelum Perang Enam-Hari pada bulan Juni 1967. Pada malam hari menjelang pecahnya perang, Israel melakukan improvisasi yang menghasilkan dua hulu-ledak yang dapat segera digunakan. Kenyataan itu dikonfirmasikan oleh pernyataan Myer Feldman, deputi penasehat keamanan di Gedung Putih baik semasa pemerintahan Kennedy maupun Johnson. Beberapa orang di kalangan komunitas intelijen Amerika Serikat telah mengetahui, atau setidak-tidaknya memperc ayai, Israel telah menguasai material maupun komponen untuk membuat sedikit-dikitnya untuk dua buah bom nuklir.

Pada tahun 1963 presiden John Kennedy, presiden Katolik pertama Amerika Serikat, menanyakan soal reaktor Dimona, dan dengan sepucuk surat bertanggal 18 Mei 1963 ia menyatakan kepada perdana menteri Israel pada waktu itu, David Ben-Gurion, bahwa hubungan dengan Israel akan sangat terganggu bila Amerika Serikat tidak diberi informasi yang benar tentang program nuklir Israel.

Pernyataan presiden Kennedy itu membuat para pejabat Israel sangat gusar. Presiden Kennedy memperlihatkan sikap yang oleh mereka dipandang tidak menyetujui proyek nuklir Israel. Pada tahun 1963 itu juga, presiden Kennedy dalam sebuah National Security Memorandum yang bersifat rahasia memerintahkan kepada departemen luar-negeri dan pertahanan, CIA, dan Komisi Energi Atom, untuk meningkatkan pengamatan oleh intelijen Amerika Serikat atas program nuklir Israel dan mengarahkan untuk melakukan inspeksi atas Dimona. Pemerintah Israel tidak dapat menerima pesan surat Presiden Kennedy dan kehendak Kennedy untuk mengawasi proyek nuklir di Dimona.

Sehubungan dengan adanya konflik kepentingan dengan Presiden Kennedy itu, Israel merasa perlu untuk menghilangkan rintangan apa saja terhadap proyek nuklir mereka.Mossad diduga terlibat dalam tindak pembunuhan terhadp Presiden Kennedy pada tahun 1963 itu juga. Pembunuhan itu sedemikian rapi dilakukan, sehingga menimbulkan kontroversi yang simpang-siur. Yang dijadikan tersangka pembunuhnya adalah seorang mantan anggota marinir Amerika Serikat bernama Oswald, yang oleh pers Amerika Serikat sendiri diragukan kebenarannya.

Ia dituduh dibayar oleh pihak Uni Soviet untuk melakukan pembunuhan itu. Latar belakang dan motif tentang pembunuhan itu menjasi gelap ketika Oswald dibunuh oleh seorang Yahudi, tatkala ia akan memasuki ruang sidang pengadilan. Keganjilan yang ada ialah pembunuhan Oswalg luput dari pengawasan pihak keamanan, sehingga dapat menembak Oswald dari jarak yang sangat dekat. Pembunuh itu sendiri kemudian dibunuh oleh polisi. Untuk mencari keterangan dan latar belakang siapa yang bertanggung jawab terhadap kasus pembunuhan Presiden Kennedy, sebuah Komisi Warren dibentuk oleh Senat Amerika Serikat. Tetapi hingga kini hasil temuan Komisi Warren tetap tidak diumumkan kepada publik.

Inspeksi tahapan baru dapat dilakukan oleh badan pengawas tenaga nuklir Amerika serikat pada tahun 1964 setelah perdana menteri David Ben-Gurion berhenti, dan berlansung sampai tahun 1969. Sampai tahun itu para ilmuwan Amerika melaporkan”tidak berhasil menemukan bukti-bukti” yang Israel mengembangkan kegiatan yang berkaitan dengan penbuatan senjata nuklir.

Pada tahun 1970 antara Presiden Richard Nixon dan Perdana Menteri Golda Meir tercapai kesepakatan, dimana Amerika Serikat diharapkan memandang masalah itu dari sudut pandang yang lain selama Israel tetap memelihara sikap ‘low profile’ dan tetap memegang teguh kebijakannya untuk tidak menjadi negara pertama di kawasan itu yang akan menggunakan senjata nuklir. Kesepakatan itu berlaku sampai sekarang, Amerika Serikat menutup mata dan membiarkan Israel mengembangkan kebijakannya meneror negara-negara Arab di sekitarnya dengan senjata nuklirnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline