Setelah berakhirnya Perang Dingin, terjadi peningkatan yang signifikan dari jumlah intrastate atau internal conflict atau juga kombinasi interstate conflictdan internal conflict. Pada umumnya konflik yang terjadi berkaitan dengan perang saudara dan isu-isu state formation dan state failure.
Sejalan dengan itu, pemahaman terhadap threats to the peace atau breaches of the peace mengalami modifikasi sehingga mencakup juga an act of genocide, mass violations of human rights dan ethnic cleansing. Seperti yang terjadi di daerah Balkan tepatnya Perang Bosnia-Serbia pada tahun 1992-1995. Bosnia-Herzegovina atau biasa disingkat Bosnia adalah sebuah negara di semenanjung Balkan di selatan Eropa seluas 51.129km dengan jumlah sekitar empat juta penduduk.
Pada April 1992, pemerintah Bosnia mendeklarasikan kemerdekaannya dari Yugoslavia (Yugoslavia sendiri pada saat itu merupakan negara yang mayoritasnya adalah etnis Serbia). Selama beberapa tahun kedepan, pasukan etnik Serbia di Bosnia, dengan dukungan dari tentara Yugoslavia, menargetkan baik Bosniak (muslim Bosnia) dan warga sipil Kroasia di Bosnia untuk kejahatan mengerikan yang mengakibatkan kematian sekitar 100.000 orang (80% Bosniak) di tahun 1995. Tindakan ini dianggap genosida yang terburuk sejak kehancuran rezim Nazi yang membunuh sekitar enam juta orang Yahudi Eropa selama Perang Dunia II.
Setelah kematian pemimpin lama Yugoslavia, Josip Broz Toti pada tahun 1980, nasionalisme tumbuh di republik Yugoslavia dan mengancam negara-negara yang sudah memisahkan diri dari Yugoslavia. Nasionalisme ini intensif muncul pada pertengahan tahun 1980an dengan munculnya pemimpin Serbia, Slobodan Milosevic, yang juga memicu etnis Serbia yang ada di Bosnia untuk melakukan pemisahan diri.
Milosevic menentang keras disintegrasi negara-negara bagian Yugoslavia karena ingin melanjutkan keberadaan negara federasi tersebut. Dukungan banyak didapat Milosevic atas landasan ikatan emosional, rezim Milosevic mulai memainkan pengaruh dominan dalam perpolitikan Yugoslavia yaitu dengan merealisasikan gagasan Serbia Raya.
Sekilas Tentang Sejarah Perang Bosnia-Serbia
Di Bosnia muslim merupakan kelompok populasi tunggal terbesar pada tahun 1971. Namun, banyak imigran Serbia dan Kroasia yang datang sehingga pada tahun 1991 sensus penduduk Bosnia menunjukkan 44% Bosniak, 31% Serbia dan 17% Kroasia. Pemilihan umum yang diselenggarakan pada akhir 1990 mengakibatkan perpecahan koalisi pemerintah antara pihak yang mewakili tiga etnis tersebut, pemilihan umum ini diselenggarakan untuk memilih Dewan Tinggi Bosnia dan Alija Izetbegovic keluar sebagai pemenang.
Karena terjadi ketegangan di dalam dan luar negeri berupa dorongan dari Milosevic yang mendesak etnis Serbia di Bosnia untuk ikut bergabung dalam misinya membentuk Serbia Raya, pemimpin etbik Serbia di Bosnia, Radovan Karadzic dan Partai Demokrat Serbia menarik diri dari pemerintahan dan mendirikan Majelis Serbia Nasional. Pada 3 Maret 1992 setelah pemungutan suara, Presiden Izetbegovic memproklamasikan kemerdakaan Bosnia.
Beberapa hari setelah hasil referendum, anggota pasukan militer Serbia membentuk barikade dan menempatkan para penembak gelap di dekat gedung parlemen Sarajevo. Izetbegovic melakukan berbagai upaya untuk mempertahankan Bosnia dengan mempersenjatai etnik Bosniak agar dapat mempertahankan diri. Walaupun Bosniak merupakan etnik dominan, namun mereka memiliki kekuatan militer yang jauh lebih rendah dibandingan dengan etnik Serrbia karena mereka diberikan bantuan oleh negara Yugoslavia.
Warga Bosnia dari ketiga etnik beberapa kali melakukan demonstrasi menuntut agara perang tidak diteruskan karena takut akan merambat ke kota-kota lain. Sebenarnya, tidak semua etnik Serbia di Bosnia setuju dengan pemberontakkan terhadap pemerintah Bosnia, banyak dari mereka yang lebih memilih untuk hidup damai walaupun sebagai etnik minoritas. Namun, karena keganasan militan Serbia pada saat itu, mereka hanya bisa mengikuti perintah atau dibunuh. Banyak pemuda-pemuda Serbia yang diambil paksa dari keluarganya untuk menjadi militan pada saat Perang Bosnia-Serbia.
Ethnic Cleansing dalam Perang Bosnia-Serbia