Senjata pemusnah masal atau senjata nuklir adalah senjata yang mendapat tenaga dari reaksi nuklir dan mempunyai daya pemusnah yang dahsyat. Sebuah bom nuklir mampu memusnahkan sebuah kota. Senjata nuklir telah digunakan hanya dua kali dalam pertempuran; semasa Perang Dunia II oleh Amerika Serikat terhadap kota-kota Jepang, Hiroshima dan Nagasaki.
Pada masa itu daya ledak bom nuklir yg dijatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki sebesar 20 kilo (ribuan) ton TNT. Sedangkan bom nuklir sekarang yang banyak dikembangkan oleh negara-negara di dunia bisa berdaya ledak lebih dari 70 mega (jutaan) ton TNT. Senjata nuklir kini dapat dilancarkan melalui berbagai cara, seperti melalui pesawat pengebom, peluru kendali, peluru kendali balistik dan peluru kendali balistik jarak benua.
Sebelum dikembangkan menjadi sebuah senjata pemusnah masal, nuklir sebenarnya sudah banyak digunakan untuk keperluan energi pembangkit listrik. Namun pada masa Perang Dunia II, tepatnya pada 1940, pemerintah AS menyetujui dana sebesar 6.000 dolar untuk membiayai pembuatan bom atom itu. Proyek yang disebut sebagai proyek Manhattan adalah proyek riset dan pengembangan pada Perang Dunia II untuk mengembangkan senjata nuklir pertama.
Proyek ini dipimpin oleh Amerika Serikat dengan bantuan dari Britania Raya dan Kanada. Risetnya diatur oleh fisikawan Amerika Julius Robert Oppenheimer, dan keseluruhan oleh Jenderal Leslie R. Groves setelah menjadi jelas bahwa senjata berdasarkan fisi nuklir dapat dikembangkan dan bahwa Jerman Nazi juga sedang mengembangkan senjata sejenis. Usaha yang mirip juga dijalankan di Uni Soviet yang dikepalai oleh Igor Kurchatov, di Jerman dikepalai oleh Werner Heisenberg dan di Jepang yang dijalankan selama Perang Dunia II.
Pada tahun 1945, bom atom pertama dijatuhkan di bumi tepatnya di kota Nagasaki dan Hiroshima, Jepang. Dampaknya menewaskan 90.000–146.000 orang di Hiroshima dan 39.000–80.000 di Nagasaki; kurang lebih separuh korban di setiap kota tewas pada hari pertama. Pada bulan-bulan seterusnya, banyak orang yang tewas karena efek luka bakar, penyakit radiasi dan cedera lain disertai sakit dan kekurangan gizi. Di dua kota tersebut, sebagian besar korban tewas merupakan warga sipil. Besarnya kekuatan atom tersebut yang disertai dengan kehancuran dan kematian yang begitu dahsyat, membuat jepang menyerah kepada sekutu dan mengakhiri Perang Dunia II dengan dimenangi oleh Sekutu.
Semenjak itu, negara-negara Sekutu mulai banyak mengembangkan senjata nuklir dan pucaknya pada era Perang Dingin antara Amerika Serikat dan Uni Soviet dimana dunia dibayangi oleh perang nuklir yang dapat memusnahkan separuh isi dunia jika kedua negara tersebut memutuskan untuk menembakan senjata nuklirnya.
Hal ini membuat negara-negara lain merasa terancam dan mulai mencoba mengembangkan juga senjata nuklir. Hingga pada 1 Juli 1968 ditandangani sebuah perjanjian yang diikuti oleh 187 negara berdaulat yaitu Perjanjian Nonproliferasi Nuklir. Perjanjian ini memiliki tiga pokok utama, yaitu nonproliferasi, perlucutan, dan hak untuk menggunakan teknologi nuklir untuk kepentingan damai. Dalam Perjanjian ini terdapat 5 negara yang diperbolehkan oleh NPT untuk memiliki senjata nuklir:
- Perancis (masuk tahun 1992)
- Republik Rakyat Tiongkok (1992)
- Uni Soviet (1968, kewajiban dan haknya diteruskan oleh Rusia)
- Britania Raya (1968)
- Amerika Serikat (1968)
Lima negara pemilik senjata nuklir (Nuclear Weapon States / NWS) ini setuju untuk tidak mentransfer teknologi senjata nuklir maupun hulu ledak nuklir ke negara lain, dan negara-negara non-NWS setuju untuk tidak meneliti atau mengembangkan senjata nuklir. Namun, perjanjian ini nampaknya tidak bisa mencapai tujuannya karena hanya sebagian negara saja yang tetap patuh dengan perjanjian tersebut bahkan beberapa negara memilih keluar agar dapat mengembangkan senjata nuklirnya.
Terdapat beberapa faktor yang dapat menjelaskan terjadinya penyebaran pengembangan senjata nuklir di dunia salah satunya adalah adanya security dillema karena negara tetangga atau negara di kawasannya sudah memiliki kemampuan atau sedang mengembangkan senjata nuklir, seperti yang terjadi antara Pakistan dan India yang memilih keluar dari Perjanjian Nonproliferasi Nuklir. Kedua, karena kepemilikan nuklir dapat meningkatkan pengaruh negara tersebut dalam politik global, seperti yang terjadi pada Korea Utara dan Tiongkok saat ini.
Kedua negara ini rutin memarken senjata nuklir terbarunya dan keberhasilan percobaan senjata nuklirnya agar 'disegani' oleh negara lain terutama oleh rival mereka. Korea Utara bahkan saat ini sudah memiliki tiga tipe peluru kendali yang salah satunya berdaya jelajah 8000 kilometer. Dengan Taepodong 2, Pyongyang bisa menghantam Kanada, Eropa dan Amerika Serikat.
Korea Utara menyatakan telah berhasil mengadakan lima kali uji coba nuklir, tahun 2006, 2009, 2013 dan pada bulan Januari serta September 2016. Sanksi yang diberikan negara-negara besar dan PBB tidak dapat menakuti dan menghentikan Korea Utara dari proyeknya tersebut. Bulan Maret 2013 sesudah perang diplomasi dengan Amerika dan penerapan sanksi baru dari PBB, Pyongyang berjanji menghidupkan kembali fasilitas nuklir di Yongbyon. Tahun 2015, operasi normal di Yongbyon telah berlangsung.